Sosiolog: Tawuran antarsesama picu keretakan sosial

id tawuran, bentrok antarwarga, sosiolog

Sosiolog: Tawuran antarsesama picu keretakan sosial

Ilustrasi Tawuran Mahasiswa (ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang)

Yogyakarta (ANTARA News) - Tawuran antarsesama dalam jangka panjang memicu disintegrasi atau perpecahan yang berujung pada keretakan sosial, kata sosiolog di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sudjito.

"Tawuran antarsesama manusia merupakan persoalan lama dan umum di Indonesia. Hanya saja, saat ini angka tawuran semakin meningkat, contohnya tawuran antarsiswa, mahasiswa dan antarwarga terjadi karena menumpuknya berbagai persoalan sosial yang tidak terpecahkan," kata dia saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis.

Menurut Arie, jika persoalan tawuran tidak diselesaikan dengan cara yang arif, maka berisiko menyebabkan disintegrasi sehingga beban Bangsa Indonesia akan semakin berat.

"Disintegrasi menggambarkan rusaknya institusi sosial sehingga beban masyarakat akan semakin berat," katanya.

Menurutnya, frustasi sosial karena berbagai persoalan sosial menjadi penyebab dasar maraknya tawuran di Indonesia.

Dia mencontohkan kasus tawuran antarwarga di berbagai daerah tidak terlepas dari konflik struktural di tingkat masyarakat.

"Misalnya persaingan antarcalon kepala daerah yang tidak sehat memicu tawuran antarwarga. Kasus ini menggambarkan kericuhan politik yang terjadi di masyarakat," katanya.

Sedangkan, kasus tawuran antarmahasiswa merupakan contoh kasus yang melibatkan gaya hidup kelas menengah dengan berbagai faktor pemicu.

Ia mengatakan tawuran antarsesama yang semakin sulit diselesaikan karena Indonesia cenderung menggunakan pendekatan kemanan atau bukan dialog.

"Penyelesaian kasus tawuran cenderung menggunakan pendekatan hukum atau keamananan seperti proses pemadaman kebakaran. Padahal, ada banyak cara lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya," katanya.

Dia mengatakan pendekatan keamanan seringkali digunakan karena cara tersebut lebih praktis dan gampang.

"Pendekatan emosional merupakan jalan pintas sehingga masyarakat kecenderungannya menggunakan cara-cara anarkhis saat mengadapi persoalan," kata dia.

Menurutnya, masyarakat kemungkinan juga tidak percaya dengan lembaga hukum saat berada pada situasi konflik sehingga memilih jalan pintas.

Ia mengatakan untuk menyelesaikan tawuran bisa menggunakan berbagai pendekatan selain pendekatan hukum.

Menurutnya, perlu pengelompokan kasus untuk menyelesaikan masalah tawuran karena tidak semua kasus bisa diselesaikan melalui pendekatan hukum.

Ia mengatakan pendekatan kultural maupun dialog bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan kasus tawuran.

"Pendekatan keamanan tidak mutlak dihilangkan karena untuk kasus tertentu tidak bisa terlepas dari cara-cara melalui hukum. Oleh karena itu, perlu ada kombinasi berbagai pendekatan," kata dia.

(ANT-293/H008)