Petani Gunung Kidul mulai tinggalkan tanaman Kakao

id tinggalkan tanaman kakao

Petani Gunung Kidul mulai tinggalkan tanaman Kakao

Ilustrasi, Seorang petani mengambil buah kakao yang membusuk sebelum di panen. (Foto ANTARA/Irwansyah Putra)

Gunung Kidul (ANTARA Jogja) - Potensi lahan kakao 3.500 hektare di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, baru dimanfaatkan 40 persen karena masyarakat lebih memilih menanam tanaman yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunung Kidul, Anik Indarwati di Gunung Kidul, Kamis mengatakan, produksi kakao di daerah ini belum maksimal seiring dengan makin menyusutnya lahan kako lantaran penduduk lebih memilih tanaman yang bernilai ekonomi tinggi.

Menurut dia pusat pengembangan kakao di Kecamatan Ponjong, Pathuk, dan Karangmojo belum maksimal menghasilkan kakao dan luas lahan juga semakin berkurang.

"Potensi lahan kakao 3.500 hektare, namun baru ditanami kakao seluas 1.149,1 hekatre. Kami terus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pekarangannya menanam kakao," katanya

Dia mengatakan kendala mengembangkan tanaman kakao, yakni belum adanya kontinuitas produksi perkebunan dan produktivitas rendah.

Selain itu budi daya tanaman perkebunan sebagian besar dengan sistem tumpang sari dan tumpang gilir, belum adanya konsistensi penaman tanaman perkebunan di tingkat petani,  yakni jenis tanaman menyesuaikan dengan musim  dan pangsa pasar.

Menurut dia, tanaman kakao digarap 30 kelompok atau 8.753 orang dengan luas panen 458,6 hektare, sedangkan produksi biji basah 175,30 ton per tahun yang dikembangkan biji kering fermentasi 60 ton oleh  20 kelompok pengolah.

"Kami tahun ini berencana memperluas lahan kakao seluas 100 hektare, dengan harapan mampu mendongkrak hasil produksi kakao di Gunung Kidul. Kami optimistis, lahan di Gunung Kidul memiliki potensi untuk mengembangkan kakao," kata dia.

Untuk hasil produksi, kata Anik, petani dan kelompok tani kakao menjalin kemitraan dengan PT Pagilaran.

"Harga kakao mengikuti pasar internasional. Saat ini sekitar Rp20.000 per kilogram," kata Anik. 

(KR-STR)