Pencairan BLSM Kulon Progo capai 94,36 persen

id BLSM

Pencairan BLSM Kulon Progo capai 94,36 persen

ratusan warga mengantre di Kantor Pos Cabang Wates, untuk mengambil bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Pencairan bantuan langsung sementara masyarakat di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencapai 94,36 persen atau Rp12,177 miliar dari Rp12,906 miliar.

Kepala Kantor Pos Cabang Wates, Abdullah di Kulon Progo, Selasa, mengatakan dari 43.012 kelapa keluarga (KK) yang menerima kartu perlindungan sosial (KPS), tetapi yang mencairkan BLSM baru mencapai 40.593 KK.

"Jadi masih ada 2.428 KPS yang belum dicairkan. Kami akan mengupayakan 21 Juli 2013 bantuan harus sudah diambil," kata Abdullah.

Ia mengatakan, KPS yang belum dicairkan akan tetap dilayani di kantor pos terdekat. Masyarakat yang belum ambil, karena saat diundang untuk pencairan tidak datang, sehingga harus diantar lagi oleh petugas.

Sedangkan, jika nanti tidak diambil dengan alasan yang bersangkutan meninggal, salah sasaran dan dipending, serta pindah atau transmigrasi akan dikembalikan kepada pemerintah pusat.

"Kami tidak hanya menunggu masyarakat mencairkan BLSM, tapi kami juga proaktif mendatangi masyarakat yang belum ambil bantuan. Kami juga melakukan koordinasi dengan pemerintah desa, supaya pencairan berjalan tetap waktu," katanya.

Berdasarkan informasi dari Humas Pemkab Kulon Progo, kata Abdullah, ada 89 KK yang mengembalikan KPS dari Kecamatan Pengasih, Wates, Panjatan, dan Kokap.

"KPS yang tidak dicairkan akan kami kembalikan ke pusat, dengan dilampiri data pengganti untuk warga yang betul-betul miskin," katanya.

Sebelumnya, Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo mengatakan Pemkab Kulon Progo memanfaatkan sistem SMS Gateway dalam penanganan pembagian BLSM yang tidak tetap sasaran.

Pesan singkat dikirimkan kepada jajaran camat dan kepala desa/lurah di seluruh wilayah untuk mengutamakan musyawarah dan berkomunikasi dengan para pemegang KPS dari masyarakat mampu.

"Isinya antara lain supaya pemerintah kecamatan dan desa diminta lebih banyak berkomunikasi dengan masyarakat, terutama pemegang KPS dari kalangan mampu. Jik ditemukan perangkat desa, UPTD, pensiunan atau bahkan PNS yang ternyata menerima KPS diharapkan dengan sukarela menolaknya," kata dia.

(KR-STR)