Bulog DIY intensifkan koordinasi konsumen-produsen kedelai

id bulog diy kedelai

Bulog DIY intensifkan koordinasi konsumen-produsen kedelai

Petani kedelai menjemur kedelai di Dusun Botokan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. (Foto ANTARA/Mameik)

Jogja (Antara Jogja) - Perum Badan Urusan Logistik Divisi Regional Daerah Istimewa Yogyakarta terus mengupayakan koordinasi antara konsumen dan produsen kedelai lokal untuk mendekatkan selisih harga kedelai di antara keduanya.

Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) Awaludin Iqbal di Yogyakarta, Selasa, mengatakan saat ini pihaknya hanya dapat berupaya melakukan koordinasi secara intensif antara pihak produsen dan konsumen lokal di DIY terkait selisih harga kedelai.

"Kami berusaha mendekatkan kedua belah pihak antara produsen dalam hal ini petani lokal serta konsumen yaitu para perajin tahu tempe, agar selisih harga tidak terlalu jauh. Sementara itu yang kami bisa lakukan," katanya.

Upaya tersebut, kata dia, dilakukan sembari menunggu kedatangan kedelai impor dari Bulog Pusat. Menurut dia, kebutuhan Bulog di DIY sebanyak 2.600 ton tidak harus secara keseluruhan dipenuhi dari kedelai impor.

"Sebanyak 2.600 ton estimasi kebutuhan DIY yang tentu tidak harus seluruhnya dicukupi dari impor, karena koperasi perajin tempe juga dapat mengambil sendiri dari luar tanpa ditentukan pemerintah," katanya.

Menurut dia, untuk saat ini upaya pembelian langsung oleh Bulog kepada petani di DIY masih terkendala harga yang masih jauh di atas HPP yang telah ditentukan pemerintah dalam kisaran Rp7.000 per kag. Sementara pihak petani lokal rata-rata menjual kedelai mencapai Rp8.000 ke atas.

"Kami juga tidak bisa memaksakan harga petani untuk mengikuti harga yang ditentukan pemerintah. Justru kami harus melindungi agar harga kedelai petani tidak boleh di bawah Rp7.000 karena mereka akan rugi," katanya.

Tingginya harga kedelai, menurut dia, dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan serta faktor "panic buying" yang diakibatkan faktor psikologis masyarakat.

"Ini juga karena faktor psikologis masyarakat yang akhirnya mengakibatkan munculnya spekulasi harga," katanya.

Menurut dia, DIY memiliki potensi produksi kedelai yang seharusnya dapat mencukupi kebutuhan tahunan di tingkat lokal.

"Kalau untuk mencukupi lokal DIY sendiri seharusnya cukup, kalaupun ada kekurangan cuma sedikit," katanya.

(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024