Menjaga dana haji

id haji

Menjaga dana haji

ilustrasi.sumut.kemenag.go.id

Yogyakarta (Antara Jogja) - Dana haji kembali diributkan. Ada yang menilai pengelolaannya tidak transparan, diselewengkan dan dikorupsi, bahkan ada yang mengatakan rekeningnya menggunakan nama Suryadharma Ali, Menteri Agama.

Tudingan yang membawa-bawa nama Suryadharma Ali itu langsung dibantah oleh yang bersangkutan. Menteri Agama membantah pernyataan LSM Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengenai rekening dana penyelenggaraan ibadah haji di bank yang memakai nama Suryadharma Ali, bukan atas nama kelembagaannya (Kementerian Agama).

"Rekening itu atas nama Menteri Agama. Menteri Agama itu atas perintah undang-undang, bukan atas nama Suryadharma Ali," kata Suryadharma Ali di Bandung.

Ditemui usai membuka Musyawarah Kerja Nasional II Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Bandung, ia menegaskan bahwa apabila rekening dana haji menggunakan nama pribadinya, maka hal tersebut menyalahi aturan. "Pokoknya kalau ada atas nama Suryadharma Ali, itu fitnah besar," ujar dia.

Sebelumnya, Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan saat ini yang harus lebih difokuskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pemanggilan Menteri Agama Suryadharma Ali adalah tentang pertanyaan publik mengenai rekening dana haji di bank yang memakai nama Suryadharma Ali, bukan atas nama kelembagaan.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak KPK untuk menyelidiki ada atau tidaknya penyimpangan terkait dana setoran pendaftar haji di rekening atas nama Menteri Agama Suryadharma Ali, karena pembukaan rekening atas nama Menteri Agama dinilai janggal.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan hingga Rp230 miliar dari pengelolaan dana haji tahun 2004 hingga 2012. Dalam kurun waktu tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp80 triliun, dengan imbalan hasil sekitar Rp2,3 triliun per tahun.

Terkait hal tersebut, Menteri Agama Suryadharma Ali mengimbau agar PPATK menjelaskan kepada publik sejelas-jelasnya tentang lansiran data adanya transaksi mencurigakan Rp230 miliar sehubungan dengan pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji dari 2004 hingga 2012.

"Kepada PPTAK saya imbau, segera menjelaskan kalau memang ada trasaksi-transaksi yang mencurigkan, kita kan sering dengar `statment` transaksi mencurigkan terkait penyelenggaran ibadah haji," kata Suryadharma Ali.

Penjelasan secara rinci dari PPATK terkait adanya transaksi mencurigakan dalam pengelolaan dana penyelenggaran ibadah haji itu, menurut Menag merupakan hal yang penting untuk dilakukan, agar tidak menimbulkan teka-teki yang tidak jelas di masyarakat.

"Saya baca di `running text` salah satu televisi, ada `statment` PPATK bahwa dari tahun 2004-2012 ada dana sebesar Rp230 miliar (transaksi mencurigkan). Saya kira dibuka saja. Supaya tidak terdegradasi kepercayaan masyarakat kepada negara. Khususnya kepada Kementerian Agama sebagai pihak yang menyelenggarakan ibadah haji," kata dia.

Pihaknya juga mempersilakan kepada aparat penegak hukum, termasuk KPK agar menuntaskan kasus tersebut jika memang ada transaksi mencurigakan dalam pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji. "Kalau memang ada penyimpangan hukum, saya persilahkan kepada KPK untuk segera mengusutnya, begitupun dengan PPATK, tolong jelaskan kalau memang ada transaksi mencurigkan," ujarnya.

Selain itu, kata Menag, pernyataan PPATK soal transaksi mencurigakan sehubungan pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji tersebut diakuinya telah berpengaruh terhadap semangat kerja aparaturnya yang ditugaskan melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji 2014.

"Jadi, saya minta, tidak mudah menyampaikan statement, karena ini berpengaruh kepada Kementerian Agama dan semangat kerja aparatur saya untuk menjalankan ibadah haji tahun 2014," kata Suryadharma Ali.



KPK bisa memanggil Menag

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Menteri Agama Suryadharma Ali bisa saja dipanggil oleh KPK terkait penyelidikan terhadap pengelolaan dana haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013.

"Terkait pengelolaan dana haji, diduga ada penyimpangan di situ. Sedangkan terkait pemanggilan menteri agama, selama informasinya dibutuhkan, tentu bisa saja dipanggil," kata Johan di Jakarta.

Johan mengatakan sejauh ini KPK sedang melakukan penyelidikan dana haji dalam beberapa hari terakhir, dengan menghadirkan sejumlah orang dalam proses tersebut.

"Sejumlah pihak dimintai keterangan, seperti Hasrul Azwar (Anggota Komisi VIII DPR RI), dan Jazuli Juwaini (Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI). Pemanggilan mereka terkait proses penyelidikan," katanya.

Sementara itu, menurut Jazuli, kedatangannya ke KPK bukan sebagai saksi ataupun tersangka. "Saya diundang ke KPK bukan sebagai saksi, apalagi tersangka. Saya dimintai pendapat dan masukan keterangan seputar pelayanan penanganan haji atas nama institusi Komisi VIII. Disangkanya saya masih di komisi VIII, padahal saya sudah di komisi II," katanya.

Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu mengakui ada banyak kekurangan dalam pelaksanaan haji. "Ada banyak kekurangan, pelaksanaan haji itu harusnya kita berkaca kepada Malaysia, karena ada tabung haji, bagaimana tabung haji ini bisa bekerja maksimal, makanya komisi VIII mengusulkan ada Undang-undang pembentukan badan haji supaya lebih fokus," kata Jazuli seusai dimintai keterangan selama sekitar tiga jam di KPK di Jakarta.

Menurut Jazuli, sebelumnya sudah ada beberapa anggota DPR lainnya yang dimintai keterangan oleh KPK dalam kasus tersebut. "Sebelumnya ada bu Ida Fauzia ketua Komisi VIII, Pak Gondo (Radityo Gambiro), seluruh pimpinan dan seluruh Komisi VIII, ada pak Nurul Iman (Mustofa) selaku ketua poksi Demokrat. Ditanya seputar pelayanan ibadah haji, itu saja untuk direkomendasikan kepada kementerian agama," tandas Jazuli.

Perkembangan terakhir, KPK fokus mengusut dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa dalam penyelidikan penyelenggaraan haji 2012-2013. "Yang kami usut adalah penyelenggaraan haji 2012 dan 2013, di antaranya ada pengadaan barang dan jasa, jadi bukan setoran hajinya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (10/2).

Artinya, kata dia, KPK belum mendalami mengenai dana pendaftaran ibadah haji secara keseluruhan yang dapat mencapai Rp40 triliun. "Tetapi bukan berarti tidak bisa berkembang ke sana (dana haji)," tambah Johan.

Johan juga tidak merinci barang dan jasa apa yang sedang diselidik KPK. "Ada lebih dari satu jenis barang dan jasa dengan nilai anggaran di atas Rp100 miliar," ujar dia.

"Saya mendapat informasi ternyata ada juga dari Kementerian Agama yang sudah dimintai keterangan, jadi tidak hanya dua anggota DPR, tapi ada juga dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama," kata Johan.

KPK juga meyakini bahwa Inspektorat Jenderal Kementerian Agama M Jasin yang mantan pimpinan KPK jilid II akan membantu KPK membongkar kasus ini.

"Sebenarnya bukan karena bekas orang KPK, tetapi memang seharusnya sudah menjadi hal yang wajar kalau inspektorat jenderal membantu, karena menjadi pihak yang melakukan audit internal di kementerian. Pak Jasin juga mengatakan mau memberikan keterangan," ujarnya.

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah sejak awal 2013 menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) tentang penyelenggaraan ibadah haji.

PPATK mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Kementerian Agama sebesar Rp80 triliun dengan bunga sekitar Rp2,3 triliun sepanjang 2004-2012.

KPK telah mengirim tim ke Madinah dan Mekah untuk melakukan pengecekan langsung, terkait katering dan akomodasi dalam ibadah haji.

PPATK menjelaskan bahwa dana Rp80 triliun dalam penyelenggaraan ibadah haji ditempatkan pada bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas. Terdapat ketidakjelasan standardisasi penempatan dana haji, ditambah pembelian valuta asing untuk catering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas, dan penggunaan dana untuk operasional kantor yang seharusnya masuk dalam pos APBN, tapi dimasukkan ke BPIH.



Kooperatif

Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama menyambut baik penyelidikan KPK atas penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2012-2013 untuk perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.

"Kami menyambut baik dan akan kooperatif. Bahkan Ditjen PHU sudah menyampaikan seluruh salinan regulasi, data dan dokumen terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji yang diperlukan KPK," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu di Jakarta.

Anggito menjelaskan sejak awal 2012 sebagian besar pejabat di lingkungan Ditjen PHU telah dimintai keterangan, baik di kantor KPK, kantor Ditjen PHU, maupun kantor Wisma Haji Indonesia di Arab Saudi.

Permintaan keterangan oleh KPK umumnya menyangkut prosedur penyediaan pelayanan di Arab Saudi dan pengisian kuota pendaftaran jamaah dan petugas. "Tidak ada permintaan keterangan secara spesifik mengenai kewajaran laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji," kata Anggito.

Ia mengaku bahwa pada 2010 direktorat jenderal yang dipimpinnya memang telah menerima 49 rekomendasi KPK mengenai regulasi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.

Anggito memastikan dokumen penyelesaiaan atas rekomendasi tersebut sudah disampaikan melalui surat Ditjen PHU kepada Wakil Ketua KPK/Direktur Litbang KPK pada 8 September, 17 September, 13 Desember 2012, 3 Januari, 27 Februari, dan 22 Mei 2013. "Sudah disampaikan, namun hingga saat ini belum ada tanggapan dan `follow-up` dari pihak KPK," ujar Anggito.

Terkait perbedaan pendapat tentang jumlah dana haji dan penyimpangan aliran dana sebesar Rp230 miliar sejak 2004 hingga 2012, Anggito menjelaskan bahwa Ditjen PHU dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melakukan pertemuan pada 9 Januari 2014. Berdasarkan hasil audit BPK, telah ditetapkan bahwa jumlah dana haji per Desember 2012 adalah Rp53 triliun.

PPATK menghitung dana Rp80 triliun dan bunga Rp2,3 triliun setiap tahun berdasarkan dana masuk ke rekening Kementerian Agama sejak tahun 2004-2012.

"Kedua institusi tidak mempermasalahkan perbedaan tersebut, karena semata-mata disebabkan adanya perbedaan pendekatan perhitungan semata," ujarnya.

"Kami akan terus melakukan pembenahan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan pengelolaan dana haji melalui perbaikan regulasi, integrasi sistem pendaftaran, dokumen dan keuangan, rasionalisasi biaya BPIH dan optimalisasi nilai manfaat," tandas dia.

Menurut Anggito, penyelidikan oleh KPK merupakan momentum perbaikan seluruh proses penyelenggaraan ibadah haji ke depan.

Sebelumnya, dalam sebuah kesempatan wawancara di stasiun televisi swasta (Minggu, 9/2), Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan status permintaan keterangan mengenai penyelenggaraan ibadah haji telah ditingkatkan menjadi penyelidikan KPK.

Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan laporan berbagai sumber dan kunjungan pengawas KPK ke Arab Saudi terhadap dugaan penyimpangan penyelenggaraan ibadah haji dan difokuskan pada proses dan prosedur pengadaan pelayanan di Arab Saudi.

Sampai saat ini, proses penyelidikan terus berlanjut, dan menurut Johan Budi, penyelidikan KPK tidak selalu berujung pada status penyidikan KPK.



Ungkap kebenaran substantif

KPK dan PPATK diharapkan dapat bekerja profesional dalam mengungkap kebenaran substantif dari dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji tahun 2004-2012 sebesar Rp203 miliar.

"Kami mendorong kedua lembaga itu untuk membuka secara gamblang kepada publik terkait dugaan penyimpangan dana haji tersebut, sehingga tidak timbul fitnah dan pembunuhan karakter pada pihak tertentu, serta tidak menjadi bola panas yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid di Yogyakarta.

Menurut dia, UII memberikan dukungan dan apresiasi atas langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang tanggap merespons dan menindaklanjuti informasi tentang penyalahgunaan dana haji tersebut.

Selain itu, UII juga mengapresiasi sikap terbuka dan jawaban tegas dari Menteri Agama dan Ditjen Haji yang justru telah berkoordinasi dengan KPK sebelumnya. Menag bahkan berjanji akan terbuka memberikan informasi demi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.

"Sikap kooperatif dan terbuka itulah yang diharapkan membuka pintu penyelesaian benang kusut yang masih tersisa dalam pengelolaan dana haji, sehingga ke depan ada perbaikan penyelenggaraan haji yang semakin bersih, transparan, akuntabel, dan profesional sesuai syariah. Perbaikan penyelenggaraan haji tentunya juga harus menyentuh dua aspek, baik operasional maupun manajerial," katanya.

Ia mengatakan munculnya dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji tahun 2004-2012 sebesar Rp203 miliar seperti disebutkan KPK maupun PPATK menjadi momentum yang tepat untuk melakukan penataan kembali pengelolaan keuangan haji.

Hal itu penting, karena potensi dana haji yang terkumpul sangat besar, diperkirakan mencapai Rp54,5 triliun pada April 2013. Bahkan diprediksikan pada 2018 jumlahnya akan mencapai hampir Rp100 triliun. "Sementara menurut PPATK, ongkos naik haji setiap tahunnya mencapai Rp80 triliun. Dari angka itu, PPATK mencatat bunganya sebesar Rp2,3 triliun," katanya.

Menurut dia, salah satu bentuk upaya untuk memperbaiki pengelolaan keuangan haji adalah dengan mendorong terwujudnya payung hukum yang jelas dan kuat berupa UU Pengelolaan Keuangan Haji. Terwujudnya UU tersebut dinilai penting dan mendesak untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana haji sekaligus mengoptimalkan dana yang terkumpul bagi kepentingan jamaah haji Indonesia.

Selain itu, UU juga dapat mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan haji yang bersih, transparan, akuntabel, dan profesional sesuai dengan prinsip syariah.

"Apalagi tampak adanya dukungan dari pemangku kepentingan seperti Menteri Agama dan Dirjen Haji yang menyambut baik upaya KPK dan PPATK untuk mengungkap dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji tersebut," kata Edy Suandi Hamid.

Sementara itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penyelenggaraan ibadah haji membutuhkan manajemen kuat, karena di dalamnya menyangkut banyak hal, mulai dari urusan logistik hingga kesiapan lainnya.

"Berbeda dengan penyelenggaraan pariwisata, maupun operasi militer. Penyelenggaraan haji menyangkut kesiapan logistik dan ketepatan waktu," kata Jusuf Kalla pada peluncuran buku `Tangan Tak Terlihat` karya Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu di Jakarta.

Tetapi, kata dia, belakangan mengelola penyelenggaraan ibadah haji memang tidak hanya menyangkut manasik haji. Ternyata lebih banyak lagi menyangkut urusan logistik. "Operasi militer seperti di Aceh tak lebih melibatkan 20 ribu personel. Tapi, untuk penyelenggaraan ibadah haji, lebih dari 200 ribu orang. Karena itu, penyelenggaraannya pun berbeda dengan pariwisata," katanya.

Ia mengatakan penyelenggaraan ibadah haji terikat dengan waktu. "Jika turis terlambat, hal itu bisa dipahami. Namun untuk haji, jika telat akan berisiko. Tidak bisa diundur. Karena itu, penyelenggaraan ibadah haji butuh manajemen yang kuat," tandas Jusuf Kalla.

(M008)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024