Pukat: pendistribusian bansos tunggu pemilu selesai

id Bansos

Pukat: pendistribusian bansos tunggu pemilu selesai

Ilustrasi (Foto antaranews.com)

Yogyakarta (Antara Jogja)- Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menegaskan agar pendistribusian dana bantuan sosial dilakukan menunggu proses Pemilu 2014 selesai.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Hifdzil Alim di Yogyakarta, Rabu, mengatakan dana bantuan sosial serta dana hibah menjelang pemilihan umum presiden 2014 rawan dikorupsi dan disalahgunakan untuk kepentingan politik.

"Biasanya partai tertentu memiliki modus membantu mengajukan proposal bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat sehingga masyarakat akan merasa berutang budi, padahal itu sebenarnya memang merupakan hak mereka," katanya.

Dalam diskusi bertema "Bantuan Sosial: Antara Politik Praktis dan Pemberdayaan", Hifdzil mengatakan praktik korupsi atau penyalahgunaan dana bansos di tingkat daerah biasanya melibatkan lebih dari satu orang, dengan komposisi oknum aktor internal eksekutif lebih dominan, sementara oknum masyarakat dan legislatif berperan sebagai aktor pendukung.

"Pola korupsi bansos itu memang tidak dilakukan sendiri, minimal 2 orang, karena bansos harus diajukan oleh orang atau kelompok masyarakat atau eksternal pemerintahan," katanya.

Sementara itu, ia mengatakan untuk di tingkat daerah, partai yang sering kali ditemukan melakukan korupsi dana bansos, biasanya merupakan partai pengusung kepala daerah setempat.

Sementara itu, menurut dia, untuk mencegah penyelahgunaan dana bansos, pemerintah daerah (Pemda) harus memiliki perencanaan yang kuat dan selektif sebelum betul-betul mencairkan.

Ia berharap agar dalam melakukan penyaluran bantuan hibah dan bansos lebih mengedepankan prinsip keterbukaan (transparansi) serta memerhatikan azas keadilan, kepatutan, rasionalitas.

Menurut Hifdzil, kerawanan praktik korupsi terhadap bantuan sosial tersebut dalam berbagai kasus disebabkan Pemda tidak selektif menyortir proposal yang masuk, sehingga penerima fiktif dapat masuk.

"Terkadang tidak dicek secara mendalam objek pemohonnya, alasanya adalah pengawasan pejabat di dinas terkait tidak dapat menjangkau luas wilayah seluruh kabupaten karena jumlahnya terbatas," katanya.

(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Regina Safrie
COPYRIGHT © ANTARA 2024