Sultan diminta mewujudkan rasa aman masyarakat Yogyakarta

id kekerasan di kota

Sultan diminta mewujudkan rasa aman masyarakat Yogyakarta

ilustrasi demo anti kekerasan (foto flickr.com)

Jogja (Antara Jogja) - Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta meminta Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X segera mewujudkan rasa aman bagi masyarakat daerah ini dari ancaman kekerasan dan intoleransi.

Koordinator Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta (Makaryo) Benny Susanto di Yogyakarta, Selasa, mengatakan tuntutan itu berkaitan dengan beberapa peristiwa kekerasan yang terus menerus terjadi di DIY yang bertolak belakang dengan sebutan DIY sebagai daerah yang toleran.

"Pemda DIY sebagai representasi publik yang diberikan kewenangan, saya kira belum menjalankan kewajibannya memberikan rasa aman kepada masyarakat," katanya.

Seharusnya, menurut dia, Sultan dapat melaksanakan Undang-undang Keistimewaan yang isinya antara lain mengamanatkan untuk mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin kebhineka tunggal ikaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ia menyebutkan kasus kekerasan yang terjadi di DIY sejak 1996 hingga 2014 tercatat sebanyak 25 kasus.

Sedangkan pada 2014 ada enam kasus kekerasan, di antaranya ancaman terhadap kegiatan perayaan Paskah Adiyuswa se-GKJ Gunung Kidul, dan penyerangan sekelompok orang terhadap umat Katolik yang sedang melakukan doa bersama di Dusun Tanjungsari, Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman (29/5).

Selanjutnya, perusakan bangunan milik seorang pendeta di Dusun Pangukan, Desa Tridadi, Sleman, yang dipakai umat Kristen untuk beribadah pada 1 Juni lalu.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY Muhaimin mengatakan Indonesia bukan merupakan negara agama, namun agama menjadi penting untuk diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Seharusnya, kata dia, masyarakat justru perlu mengapresiasi saudara sesama warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran untuk melaksanakan hak dan kewajibannya menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinannya.

Dalam hal itu, pemerintah memiliki posisi penting untuk memfasilitasi umat beragama agar dapat melaksanakan ibadah dengan baik, tanpa ada gangguan.

Sementara itu, Ketua Panitia Perayaan Paskah Adiyuswa Kabupaten Gunung Kidul Kristiono Riadi mengatakan pernyataan aparat kepolisian selama ini justru terkesan menguatkan penolakan penyelenggaraan ibadah umat Kristiani oleh kelompok pelaku kekerasan.

Hal itu, menurut dia tercermin dari sikap Kepolisian yang hanya menganjurkan umat Kristiani untuk tidak menggelar kegiatan ibadah di tempat yang menjadi sasaran perusakan.

Padahal, kata dia, pengurusan perizinan tempat ibadah sudah beberapa kali diupayakan, namun selalu menghadapi berbagai kendala.

"Seharusnya mereka memfasilitasi tempat yang representatif, jika tidak bisa, tentunya harus tetap dilindungi untuk bisa melakukan ibadah. Itu merupakan bagian dari hak warga negara," katanya.

(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024