Akademisi: UU MD3 seharusnya akomodasi kewenangan DPD

id UGM

Akademisi: UU MD3 seharusnya akomodasi kewenangan DPD

ilustrasi (istimewa)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Pengesahan undang-undang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD seharusnya mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang kewenangan DPD, kata Ketua Program Magister Hukum Universitas Gadjah Mada Enny Nurbaningsih.

"Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) seharusnya menghapuskan hambatan DPD untuk memiliki kesetaraan dengan DPR dalam setiap proses legislasi," kata Enny di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan seharusnya dalam revisi UU MD3, DPR tidak dapat mengabaikan substansi amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92 Tahun 2012 yang mengatur kesetaraan DPD dan DPR dalam setiap proses legislasi.

"Seharusnya dengan putusan MK itu, DPD memiliki peluang lebih besar lagi dalam proses legislasi. DPR juga seharusnya mau mematuhinya," katanya.

Menurut dia, apabila upaya revisi UU MD3 tersebut ternyata belum cukup meluruskan fungsi dan peranan DPD dalam proses legislasi, maka bisa saja ditempuh dengan amendemen 1945.

"Untuk memperkuat peranan DPD memang idealnya bisa langsung mengamendemen UUD 1945 versi sekarang, yang sama sekali justru melemahkan fungsi dan peranan DPD, meskipun itu akan sulit ditempuh," kata dia.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII), Sri Hastuti Puspitasari mengatakan upaya merevisi UU MD3 tersebut masih jauh dari penguatan dan perbaikan mekanisme kerja DPR, DPD, DPRD. Bahkan, cenderung pragmatis.

"Kalau upaya revisi itu ternyata untuk kepentingan pragmatis parpol semata, maka bisa jadi UU tersebut di masa mendatang akan selalu direvisi sesuai dengan fragmentasi politik yang berkembang," kata dia.

Ia menjelaskan UU MD3 tersebut sebelumnya telah pernah direvisi pada masa reformasi 1999, yang hasilnya partai pemenang tidak lagi secara otomatis menjadi ketua DPR.

"Karena parpol pemenang pada waktu itu kalah dalam manufer politik, sehingga tidak mendapatkan tempat sebagai ketua DPR," katanya.

Kemudian pada Pemilu 2009, di mana Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu, UU itu kembali direvisi dengan tujuan mengembalikan kewenangan partai pemenang pemilu menempati posisi ketua DPR.

  (KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024