Warga Miliran korban sumur kering kembali datangi hotel

id sumur

Warga Miliran korban sumur kering kembali datangi hotel

ilustrasi (antarayogya.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Sekitar 20 warga Kampung Miliran Yogyakarta yang mengatasnamakan diri sebagai korban sumur kering kembali mendatangi salah satu hotel yang berlokasi di Jalan Kusumanegara menuntut hotel bertanggung jawab atas keringnya sumur warga.

Koordinator Lapangan Korban Sumur Kering Dodo Putra Bangsa di Yogyakarta, Rabu mengatakan, air sudah dikuasai oleh pihak tertentu dan masyarakat kecil yang merasakan dampaknya (sumur kering).

Padahal kata dia dalam UUD disebutkan bahwa kekayaan bumi termasuk air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Warga mendatangani hotel tersebut dengan berjalan kaki sambil membawa berbagai poster, ember plastik, hingga pompa air untuk menunjukkan bahwa akhir-akhir ini warga kesulitan mencari air bersih yang diduga diakibatkan oleh keberadaan hotel.

Menurut Dodo, warga akan terus menggelar aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi. Sejumlah tuntutan tersebut di antaranya pihak hotel mengembalikan sumber air warga, dan adanya keterlibatan Pemerintah DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengawasi dan memastikan agar hotel memenuhi tanggung jawabnya.

"Jika tidak, maka warga menuntut agar izin hotel dicabut," katanya.

Dodo menambahkan, pihak hotel sempat memberikan tawaran kompensasi uang dengan total Rp2 juta untuk seluruh warga di RT 13 yang berada tepat di belakang hotel.

"Dan jika warga tidak menerima, maka warga diminta menyelesaikan secara hukum. Pernyataan itu sangat menyakiti warga," katanya.

Salah seorang warga RT 13 Kampung Miliran, Mahardika mengatakan, sumur miliknya sudah kering sejak dua bulan lalu sehingga harus disuntik dengan kedalaman tujuh meter dan kini sumurnya memiliki kedalaman 20 meter.

"Meskipun sudah disuntik, namun air yang keluar tetap keruh dan bau sehingga tidak bisa dikonsumsi. Kebutuhan konsumsi dipenuhi dengan air mineral," katanya yang tinggal dengan jarak delapan meter dari hotel.

Kondisi yang sama juga dikeluhkan warga RT 13 Suhartono yang rumahnya berjarak 20 meter dari hotel. "Dua minggu lalu, saya juga menyuntik sumur dengan kedalaman empat meter. Biayanya Rp800.000," katanya.

Suhartono menambahkan, warga RT 13 Kampung Miliran sudah menyerahkan data kondisi 27 sumur di wilayah tersebut ke hotel agar bisa menjadi bahan pencermatan.

Sementara itu, Manajer Fave Hotel Yosi Arivianto mengatakan, mengapresiasi aksi yang dilakukan warga sebagai salah satu bentuk kebebasan berpendapat.

"Kami tentu akan terus melakukan komunikasi dengan masyarakat karena dalam pertemuan terakhir pada pertengahan Agustus belum ada titik temu," katanya yang akan mendasarkan setiap keputusan sesuai kajian dari instansi pemerintah terkait.

Ia mengatakan, pihak hotel sudah menghentikan operasional sumur dalam sejak 21 Agustus dan sumur dalam tersebut juga sudah disegel oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta.

"Kami memaksimalkan air dari PDAM dan membeli air setiap hari sebanyak 4.000 liter untuk operasional. Saat ini, kami juga akan memenuhi perizinan pemanfaatan air tanah yang memang belum ada," katanya.

Sementara itu, Koordinator Forum Pemantau Independen (Forpi) Pemerintah Kota Yogyakarta Winarta berharap, Pemerintah Kota Yogyakarta bisa memfasilitasi pertemuan antara warga dengan pihak hotel untuk mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
(E013)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024