Golkar akan mengingkari tradisi

id golkar akan mengingkari

Golkar akan mengingkari tradisi

Partai Golkar

Jogja (Antara Jogja) - Partai Golkar yang selama ini selalu berada di dalam lingkaran pemerintah, tampaknya akan mengingkari tradisi. Meski kemungkinan bisa "lain" yang diputuskan dalam Musyawarah Nasional Golkar mendatang, namun untuk saat ini keinginan berada di luar pemerintah makin kuat.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono meyakini, dengan berada di luar pemerintah, Partai Golkar akan lebih banyak berbuat untuk masyarakat serta mampu berperan aktif membentuk dan mewarnai kebijakan negara bagi kepentingan rakyat.

"Namun demikian, meskipun berada di luar pemerintah, Partai Golkar sebaiknya berperan sebagai penyeimbang yang konstruktif tanpa memiliki niat menggulingkan pemerintah," kata Agung laksono pada Diskusi Panel Nasional Forum Komunikasi Ketua DPD Partai Golkar se-Indonesia di Yogyakarta, Minggu (7/9).

Itu artinya, menurut dia, lebih mengarah pada penyeimbang yang konstruktif atau penyeimbang yang berbasis kemitraan, dengan tidak mengembangkan sikap kebencian atau permusuhan dengan pemerintah, apalagi ingin menggulingkan pemerintah. Sama sekali tidak.

Ia mengatakan, dengan mengembangkan posisi demikian, Partai Golkar akan memiliki fungsi yang lebih fleksibel dalam mengkritisi maupun mendukung kebijakan pemerintah. "Kalau keputusannya (pemerintah) bagus, cocok, dan sesuai dengan program prorakyat, dan memperkuat daya saing serta mencerdaskan bangsa, ya harus kita dukung," katanya.

Sikap kritis terhadap pemerintah, menurut Agung, bukan berarti apriori sepenuhnya terhadap keputusan yang diambil pemerintah.

Dengan langkah strategis tersebut, dia berharap Partai Golkar selain sebagai partai modern, juga akan tetap menjadi mitra kritis pemerintah dalam merumuskan kebijakan politik negara. "Golkar yang dihormati dan disegani pemerintah, serta dicintai rakyat," katanya.

Agung menjelaskan menjadi mitra kritis pemerintah, itu artinya Golkar berperan sebagai kawan sekaligus lawan berfikir atau "sparing partner" pemerintah.

Keinginan yang kuat dari Golkar untuk berada di luar pemerintah juga ditegaskan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung. "Berbagai pendapat yang mengatakan bahwa Golkar merupakan partai pengikut pemerintah, dan belum terbiasa beroposisi, harus dipatahkan," katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi panel tersebut.

Memilih posisi di luar pemerintah, menurut dia, akan menjadi pembelajaran dan pendewasaan bagi partai ini. "Saya kira dengan demikian Golkar akan semakin dewasa dan matang untuk meraih kemenangan pada 2019," kata Akbar.

Apalagi, menurut dia, dengan memperkirakan kekuatan Koalisi Merah Putih di parlemen yang akan mampu menentukan setiap kebijakan pemerintah, maka Golkar harus konsisten mempertahankan sikap memperkuat koalisi ini yang berada di luar pemerintah. "Saya harap siapa pun ketua yang terpilih dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar mendatang, tetap dapat mempertahankan sikap itu, dan menjadikan ini sebagai masukan," katanya.

Sebab, menurut Akbar Tandjung, kalau kekuatan koalisi bisa kuat dan solid mulai pusat hingga daerah, maka secara politik, kebijakan perpolitikan pemerintah yang menentukan koalisi ini.

Menurut dia, kekuatan tersebut sudah dapat diperkirakan saat ini melalui hitungan kuantitatif, di mana jumlah anggota partai Koalisi Merah Putih di parlemen mendominasi, yakni mencapai 292 kursi, dibanding partai pendukung pemerintah mendatang yang jumlah kursinya lebih sedikit. "Apalagi kalau nanti ditambah Partai Demokrat, maka akan menjadi 353 kursi. Ini kekuatan kita. Harus kita manfaatkan," katanya.

Meski demikian, kata Akbar, kekuatan itu harus dimanfaatkan guna mengedepankan kepentingan rakyat, dan bukan semata-mata kepentingan partai koalisi.

Di DPR RI, Koalisi Merah Putih didukung lima partai politik yaitu Gerindra, Golkar, PAN, PPP, dan PKS, dengan jumlah perolehan 292 kursi. Sedangkan pasangan Jokowi-JK hanya didukung empat parpol, yakni PDI Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura, dengan total memiliki 207 kursi.

Sedangkan Partai Demokrat yang memperoleh 61 kursi di DPR RI, sebelumnya menyatakan akan menjadi penyeimbang, setelah pemerintahan SBY-Boediono berakhir.



            Tidak Terjebak Konflik

Sementara itu, Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengingatkan partai ini jangan sampai terjebak dalam konflik antargenerasi dan antargender

yang bersifat taktis dan berjangka pendek, terkait dengan kaderisasi partai.

"Golkar akan rugi besar jika terjebak dalam konflik tersebut, karena dapat menutup ruang bagi evolusi menuju budaya kepartaian yang lebih modern, matang, dan terbuka," kata Airlangga di Yogyakarta.

Pada Diskusi Panel Nasional Forum Komunikasi Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Seluruh Indonesia, ia mengatakan regenerasi dan peran perempuan harus selalu diberi ruang yang wajar di dalam partai. "Selain itu, juga harus dipastikan tidak ada yang terjebak pada konflik yang tidak produktif antara kader-kader senior dengan mereka yang lebih muda, dan antara laki-laki dengan perempuan," katanya.

Menurut dia, ke depan Partai Golkar perlu memperjuangkan pemberlakuan sistem pemilu legislatif yang lebih adil bagi kader-kader yang telah menapaki karir politiknya dari bawah.

Selain itu, juga tidak menutup ruang bagi mereka yang secara publik lebih dikenal, yang sangat diuntungkan oleh sistem pemilu legislatif yang didasarkan pada prinsip perolehan suara terbanyak. "Pembaruan sistem pemilu semacam itu akan memberikan insentif atau dorongan yang positif bagi kalangan muda untuk dengan sepenuh hati menempuh jenjang-jenjang pengkaderan politik yang lebih sistematis dan terstruktur di dalam partai, serta mendorong peningkatan loyalitas para kader terhadap partai," katanya.

Berkaitan dengan pemilu kepala daerah dan pemilu legislatif, menurut dia, Partai Golkar harus memastikan pemetaan yang objektif berbasis data terhadap kondisi dan kesiapan kader dalam pertarungan politik di lapangan.

Selain itu, konsolidasi dan penggalangan dukungan baik di tingkat elit maupun massa, juga perlu ditempatkan dalam kerangka yang tepat dan kondusif.

"Dengan demikian, Partai Golkar benar-benar menjadi partai yang solid ke dalam, dan memiliki jangkauan serta kekuatan politik yang makin handal, baik di level daerah maupun nasional," katanya.

Ia juga mengatakan Partai Golkar perlu melaksanakan desentralisasi partai guna mewujudkan rekrutmen yang lebih aspiratif. "Hal itu dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih besar bagi kepengurusan partai di daerah (DPD I dan DPD II) dalam menentukan calon untuk pemilu kepala daerah maupun pemilu legislatif," kata Airlangga.



              Berbasis Data

Airlangga Hartarto juga mengatakan Partai Golkar harus berbasis data dalam merencanakan, memformulasikan, mengimplementasikan, serta monitoring dan evaluasi kebijakan-kebijakan strategis partai.

Untuk itu, menurut dia, partai ini harus ditopang sistem pendataan nasional yang lebih baik dan terintegrasi. "Ini sekaligus sebagai langkah pembaruan ke arah yang lebih progresif," katanya.

Dengan demikian, kata dia, dapat terlihat jelas tolok ukur indikatornya bagi penilaian kinerja fungsi-fungsi partai. Selain itu, juga ada rekam jejak yang jelas untuk dilakukannya riset-riset dalam menopang kinerja partai yang berdaya saing.

Ia mengatakan Golkar secara riil harus terus berupaya meningkatkan peran sebagai penyerap dan agregator keluhan-keluhan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat di tingkat akar rumput. Sehingga, Golkar benar-benar menjadi "rumah aspirasi" yang nyaman dan terbuka bagi masyarakat. Dalam kiprahnya di masyarakat, Golkar harus tetap berperan sebagai agregator aspirasi, dan harapan rakyat sesuai dengan semboyan "Suara Golkar Suara Rakyat".

"Membangun `rumah aspirasi` di tingkat kabupaten dan kota perlu dilakukan sebagai wujud kerja sama kolektif partai bersama para anggota legislatif untuk memperjuangkan aspirasi yang dihimpun menjadi kebijakan publik, guna menjawab harapan rakyat," katanya.

Menurut dia, Partai Golkar harus berupaya sekeras-kerasnya menerjemahkan aspirasi rakyat dalam kebijakan-kebijakan publik yang terprogram dengan baik, yang bukan hanya tambal sulam dan sesaat sifatnya.

Berkaitan dengan peningkatan fungsi komunikasi politik, ia mengatakan Golkar harus lebih proaktif dalam merespons dan mengkomunikasikan isu-isu yang aktual di tengah masyarakat.

Dalam konteks itu, harus diupayakan agar anggota dewan yang terpilih benar-benar menjadi jembatan antara pusat dengan daerah. "Dengan demikian, Fraksi Partai Golkar di setiap tingkatan lembaga legislatif menjadi etalase kerja politik partai dalam memperjuangkan aspirasi politik dan politik anggaran. Partai yang kuat harus ditunjang pula oleh fraksi yang kuat," ujar Airlangga.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024