Pengamat: RUU Pilkada bertentangan dengan sistem presidensial

id pilkada

Jember (Antara Jogja) - Pengamat politik Universitas Jember Drs Nur Hasan MHum mengatakan pemilihan umum kepala daerah melalui DPRD dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada bertentangan dengan sistem politik Indonesia yang menganut sistem presidensial.

"Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 harus dimaknai secara komprehensif bahwa pemilu presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga mekanisme yang sama juga berlaku pada pemilu kepala daerah di provinsi hingga kabupaten/kota," tuturnya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.

Dalam sistem politik presidensial, lanjut dia, seluruh kekuasaan eksekutif dan legislatif merupakan mandat langsung dari rakyat dan pilihan langsung tersebut cukup stabil pascareformasi di Indonesia sebagai upaya pencapaian demokrasi yang lebih baik.

"Kalau gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD, maka legislatif bisa memakzulkan atau memberhentikan kepala daerah dan hal tersebut tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial, bahkan menjadi kontraproduktif dengan proses demokrasi di Indonesia," paparnya.

Menurut pengajar Ilmu Hubungan Internasional itu, alasan biaya politik yang cukup tinggi dalam pemilu secara langsung bukan menjadi alasan yang tepat untuk menggembalikan pilkada kepada DPRD karena tidak ada jaminan bahwa biaya pilkada lebih murah di tangan lembaga legislatif.

"Pilkada langsung telah memberikan makna dan perkembangan positif bagi demokrasi, sehingga tidak perlu dikembalikan menjadi pilkada tak langsung karena akan menciderai amanat rakyat," katanya.

Nur Hasan menilai  wacana RUU Pilkada yang mengembalikan pilkada kepada DPRD merupakan bentuk kemalasan dan ketidaksabaran para elit dalam menjalani pendewasaan politik pascareformasi, padahal proses demokrasi sudah mulai berjalan dengan baik.

Hal senada juga disampaikan Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jember, Ayub Junaidi. Ia mengaku tidak setuju dengan RUU Pilkada yang akan disahkan oleh DPR karena pemilihan kepala daerah yang diserahkan kepada DPRD akan mencederai demokrasi di Indonesia.

"RUU tersebut memasung hak politik rakyat karena pilihan rakyat tidak bisa diwakili oleh legislator di parlemen dan hal tersebut merupakan bentuk kemunduran dari demokrasi di Indonesia yang sudah terbangun dengan baik," tuturnya.

Sistem presidensial di Indonesia, lanjut dia, harus dilaksanakan secara konsisten dan tidak setengah-setengah oleh semua pihak, sehingga bangunan sistem demokrasi dan pemerintahan Indonesia semakin kuat, serta pilkada langsung akan memperkuat sistem presidensial.
(KR-ZUM)