Pemkab Sleman antisipasi kerawanan sosial masyarakat heterogen

id pemkab sleman sosial

Pemkab Sleman antisipasi kerawanan sosial masyarakat heterogen

Pemkab Sleman (istimewa)

Sleman (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus berkomitmen mengantisipasi munculnya kerawanan atau konflik sosial pada masyarakat yang heterogen.

"Secara umum Kabupaten Sleman dalam kondisi kondusif, namun kami tetap harus waspada dan harus terus memupuk kerukunan antarwarga masyarakat," kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman Ardani di Sleman, Jumat.

Menurut dia, upaya ini terkait dengan kondisi masyarakat Sleman yang heterogen, dengan berbagai latar belakang, sehingga memiliki potensi akan munculnya gesekan atau konflik.

"Sleman merupakan daerah tujuan pendidikan, yang terlihat dari keberadaan 46 perguruan tinggi yang berdiri di wilayah Kabupaten Sleman, yaitu enam PTN dan 40 PTS," katanya.

Ia mengatakan, fakta itu berpengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat Sleman yang sangat heterogen dengan adanya mahasiswa yang berasal dari seluruh Nusantara yang tinggal dan menetap di wilayah itu.

"Mengingat tingginya tingkat heterogenitas ini, Pemkab Sleman terus berupaya menjaga agar tidak dimanfaatkan orang atau golongan yang berniat memecah belah persatuan dengan dasar perbedaan tersebut," katanya.

Ardani mengatakan, kondisi tersebut merupakan salah satu potensi terusiknya ketentraman dan ketertiban masyarakat yang telah dibina sejak lama.

"Selama ini permasalahan ketentraman dan ketertiban di Sleman hanyalah benturan-benturan semata sehingga masih dapat kami kendalikan," katanya.

Ia mengatakan, untuk menjaga jangan sampai perbedaan yang ada menjadi sumber konflik, diharapkan masyarakat lebih menciptakan kondisi di lapangan yang membutuhkan dukungan semua pihak agar tidak terjadi pengkotak-kotakan suku, agama dan lain-lain.

"Untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat harus senantiasa diupayakan, tidak hanya oleh pemerintah saja namun juga dukungan dari masyarakat," katanya.

Perbedaan agama, kepercayaan, suku, adat istiadat dan budaya, kata dia, seringkali dijadikan alat pemecah persatuan dan kesatuan oleh kelompok-kelompok tertentu atau bahkan untuk berhadapan dengan kebijakan pemerintah.

"Diharapkan masyarakat dapat mengesampingkan ego dan sentimen untuk menghindari perpecahan sesama masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, masyarakat agar dapat melakukan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan seperti yang telah diamanatkan dasar negara Pancasila dan diperkuat pula dengan UU No.7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

"Masyarakat juga dapat menyampaikan permasalahan yang tengah terjadi kepada forum keagamaan dan pemerintah untuk diselesaikan bersama," katanya.
(V001)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024