Ekonom: pemerintah baru perlu mengkaji penerapan SVLK

id mudrajat kuncoro ugm

Ekonom: pemerintah baru perlu mengkaji penerapan SVLK

Ekonom UGM Yogyakarta Mudrajat Kuncoro (antarafoto.com)

Jogja (Antara Jogja) - Pemeritahan baru mendatang perlu mengkaji ulang dampak pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu terhadap laju kinerja ekspor bagi kalangan eksportir mebel pada 2015, kata ekonom Universitas Gadjah Mada, Mudrajad Kuncoro.

"Jangan sampai ke depan justru berdampak menghambat kinerja ekspor," kata Mudrajad di Yogyakarta, Selasa.

Menurut Mudrajad, orientasi pemberlakuan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) sangat positif apabila mampu mendorong kualitas barang ekspor, namun jika sebaliknya justru menimbulkan beban berat bagi pengusaha maka sebaiknya perlu dikaji jalan tengahnya.

Ia menilai pengurusan SVLK yang rumit dapat memicu berkurangnya jumlah eksportir khususnya kayu.

"Saya kira kebijakan pemberlakuan SVLK pada 2015 harus tetap dikaji ulang karena tentu semakin memberatkan laju kinerja ekspor Indonesia," katanya

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DIY Endro Wardoyo mengatakan hingga kini kesiapan pengusaha mebel masih minim untuk mengurus persyaratan ekspor kayu tersebut.

"Selain (pengurusannya) tidak mudah, juga masih dianggap mahal," kata Endro yang juga eksportir kerajinan kayu ini.

Ia menilai, meskipun pemberlakuan sertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) telah ditunda satu tahun, kalangan pengusaha di DIY yang lebih banyak didominasi pengusaha kecil dan menengah, masih merasa terlalu mahal serta kesulitan untuk melengkapi berbagai dokumen sebagai prasyarat pengurusan SVLK.

"Biaya pengurusannya bisa mulai Rp25 juta per perusahaan," kata dia.

Sebelum mengurus SVLK, pengusaha harus memiliki dokumen terkait legalitas perusahaan serta legalitas kayu seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK), nomor identitas kepabeanan (NIK), serta anilisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Banyak dokumen yang harus dipersiapkan dan tidak mudah dipenuhi bagi perusahaan yang masih kecil," katanya.(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024