Pengamat: Manuver KMP bisa jadi bumerang politik

id koalisi

Pengamat: Manuver KMP bisa jadi bumerang politik

Ilustrasi (Foto antaranews.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Manuver politik Koalisi Merah Putih pada rapat Paripurna RUU Pilkada di parlemen bisa menjadi bumerang politik bagi koalisi itu padamasa mendatang karena dinilai bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat, kata pengamat politik.

"Jika manuver seperti itu akan terus menerus dilakukan pada pemerintahan mendatang,  akan berdampak penurunan citra dan elektabilitas partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) itu," kata pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta Nikolaus Loy di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, UU Pilkada yang menghantarkan mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD, secara mendasar bertentangan dengan kehendak rakyat, dimana mengacu rata-rata survei sekitar 80 persen rakyat Indonesia masih menghendaki pilkada secara langsung oleh rakyat.

Fenomena seperti itu, menurut dia, ke depan justru akan dimanfaatkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), untuk memberi gambaran secara dikotomis pihak mana yang bertentangan dengan perjuangan rakyat, serta pihak mana yang konsisten memperjuangkan kehendak rakyat.

"Isu-isu itu jika terus berkelanjutan maka justru akan dieksploitasi oleh PDIP untuk mengajak masyarakat memberikan label bahwa KMP tidak pro-rakyat," kata dia.

Sementara itu, mengacu RUU Pilkada dan RUU tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), yang secara berurutan terbukti dimenangkan oleh KMP hingga menjadi UU, maka ia menilai tidak menutup kemungkinan pengambilan keputusan melalui mekanisme voting di DPR di masa mendatang akan selalu di menangkan oleh koalisi kubu Prabowo Subianto itu.

"Mekanisme voting dalam setiap pengambilan keputusan di DPR besar kemungkinan selalu dimenangkan koalisi dengan fraksi terbanyak," kata dia.

Meski demikian, kata dia, saat Presiden terpilih Joko Widodo telah dilantik, maka melalui hak vetonya sebagai kepala negara harus berani menolak setiap rancangan undang-undang yang secara mendasar bertentangan dengan kepentingan dan kedaulatan rakyat.

Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa setiap RUU dibahas Presiden dan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama. Bila tidak mendapatkan persetujuan bersama, Pasal 20 Ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa RUU tersebut tidak dapat diajukan dalam persidangan.

"Meskipun kubu Jokowi lemah di tingkat perlemen, Jokowi harus berani menolak setiap usulan (RUU) yang tidak berpihak kepada rakyat," kata Nikolaus.

KR-LQH
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024