Kepolisian didorong perbaiki prosedur pemberian SIM disabilitas

id kepolisian didorong perbaiki

Kepolisian didorong perbaiki prosedur pemberian SIM disabilitas

Ilustrasi

Jogja (Antara Jogja) - Pakar transportasi Universitas Gadjah Mada yang juga Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit mendorong kepolisian memperbaiki prosedur pemberian surat izin mengemudi bagi penyandang disabilitas, karena jumlahnya banyak.

"Kepemilikan surat izin mengemudi (SIM) ini sangat penting karena banyak penyandang disabilitas yang kini memilih memodifikasi kendaraan pribadi untuk kebutuhan mobilitas dibanding menggunakan angkutan umum yang dinilai lebih sulit diakses," kata Danang Parikesit di sela seminar pemenuhan akses transportasi bagi kebutuhan yang beragam di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, kepolisian selama ini sepertinya masih belum memiliki prosedur yang tetap untuk memberikan SIM bagi penyandang disabilitas, sehingga terkadang proses yang harus dijalani penyandang disabilitas untuk memperoleh SIM masih sangat sulit.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 di pasal 80 dinyatakan bahwa pengemudi kendaraan khusus bisa memperoleh SIM D.

"Pada kenyataannya, memperoleh SIM D pun tidak semudah yang dibayangkan. Berbeda dengan negara-negara lain yang sudah memiliki aturan khusus mengenai SIM bagi penyandang disabilitas," katanya.

Danang mengatakan, jumlah penyandang disabilitas di DIY pada 2011 tercatat sekitar 29.000 orang dan hingga saat ini sudah ada sebanyak 700 penyandang disabilitas yang mengajukan SIM D ke Polda DIY.

"Penyandang disabilitas pun harus melalui ujian untuk memperoleh SIM. Jika memang tidak lulus, maka mereka tidak berhak memiliki SIM daripada harus menambah risiko pada pengguna jalan lainnya," katanya.

Selain prosedur untuk memperoleh SIM yang perlu diperbaiki, Danang mengatakan, pemerintah perlu memberikan panduan kepada penyandang disabilitas saat akan melakukan modifikasi kendaraan bermotor.

"Perlu ada panduan untuk memodifikasi kendaraan agar kendaraan itu aman digunakan. Panduan mengenai teknologi yang tepat untuk kendaraan bagi difabel bisa diberikan melalui Balai Latihan Kerja atau instansi lainnya yang kompeten," katanya.

Selain itu, lanjut dia, infrastruktur penunjang seperti kondisi jalan dan fasilitas parkir bagi kendaraan penyandang disabilitas juga perlu diperhatikan.

"Tujuan utamanya adalah menciptakan `universal access` bagi penyandang disabilitas sehingga mereka bisa berkarya dan aktif dalam pembangunan," katanya.

Sementara itu, salah seorang penyandang disabilitas Partoyo mengatakan sudah menggunakan kendaraan modifikasi sejak 2008 meskipun hingga saat ini belum memiliki SIM.

"Sepeda motor dibuat roda tiga dengan menambah bak dan ada modifikasi untuk rem. Semua modifikasi dilakukan di bengkel di daerah Klaten," katanya.

Saat ada razia kendaraan bermotor dari kepolisian, Partoyo mengatakan tidak pernah dihentikan oleh petugas dan dipersilakan untuk terus melanjutkan perjalanan.

Sedangkan perwakilan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (Sapda) I Made Sudana mengatakan, sudah memiliki SIM C. "Seharusnya kami memiliki SIM D. Namun saat itu, blanko untuk SIM tersebut habis sehingga diganti dengan SIM C," katanya.

Ia mengatakan, harus melakukan ujian untuk memperoleh SIM tersebut. Ujian dilakukan menggunakan kendaraan modifikasi miliknya sendiri. "Kepada teman-teman, kami selalu berpesan agar kendaraan modifikasi tidak boleh kendaraan bodong. Semua harus ada surat-suratnya secara lengkap," katanya.

(E013)

Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024