Pasar bebas ancam kelangsungan batik tradisional

id batik

Pasar bebas ancam kelangsungan batik tradisional

Ilustrasi membatik (Foto Antara/Rizky)

Sleman (Antara Jogja) - Membanjirnya produk batik dari Tiongkok pada era pasar bebas ini dirasakan mengancam kelangsungan batik tradisional yang dikembangkan perajin rumahan.

Perajin "Batik Jumputan" Dusun Gedang, Sambirejo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Mujimin, Kamis, mengatakan membanjirnya pakaian batik asal Tiongkok berdampak kurang baik bagi perkembangan batik tradisional di tanah air.

"Kami berharap ada aturan atau undang-undang yang dapat melindungi produk batik tradisional tanah air," katanya.

Menurut dia, dengan adanya perlindungan hukum maka karya batik yang dihasilkan pelaku usaha kecil bisa terus bertahan dan berkembang.

"Masuknya produk-produk batik asal Tiongkok atau negara lain, jika tidak segera ditangani dengan baik oleh pemerintah bisa berdampak buruk bagi pelaku usaha batik tradisional, khususnya batik tulis khas Indonesia," katanya.

Ia mengatakan, kondisi pasar bebas saat ini justeru akan semakin mempersempit gerak pemasaran perajin batik tradisional di tanah air.

Mujimin mengembangkan usaha "Batik Jumputan" dengan dibantu ibu-ibu dan pemuda warga dusun sekitarnya yang berjumlah sekitar 16 orang.

"Saat ini batik yang sedang dikembangkan antara lain batik motif bunga batu, daun, dan loreng," katanya.

Ia mengatakan, batik jumputan ini cara membuatnya sangat sederhana, dengan mengambil sejumput kain yang sudah diberi sket gambar, kemudian diikat dengan menggunakan karet dan bambu.

"Saat ini pemasaran batik jumputan langsung ke pasar-pasar atau toko-toko di Sleman dan Yogyakarta. Namun saat ini batik-batik Tiongkok dan batik cap sudah banyak juga yang masuk ke pasar-pasar tradisional," katanya.

Mujimin mengatakan, batik jumputan ini dijual antara Rp65 ribu hingga Rp150 ribu.

"Meski demikian kami mencoba beragam cara memasarkan batik jumputan, termasuk melalui media sosial dan internet," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2024