Jogja (Antara Jogja) - Pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja, kata seorang ekonom.
"Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi lebih dari dua kali lipat, dari 250 juta menjadi 600 juta," kata ekonom Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid di Yogyakarta, Selasa.
Dengan pola pikir dan semangat seperti itu, kata dia, Indonesia diharapkan dapat memetik manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih cepat tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya.
"Misalnya, sekarang justru sektor manufaktur kita tumbuhnya melambat. Padahal sektor itu diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi (FE) UII itu.
Menurut dia, berbagai indikator yang ada sekarang kebih banyak menunjukkan kelemahan seperti indeks daya saing total, indeks infrastruktur, indeks terkait birokrasi, dan masih adanya pungli, korupsi, dan suap yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Namun, hal itu bukan sesuatu yang statik. Kemauan politik dari pemerintahan Jokowi-JK untuk percepatan dan perbaikan indikator-indikator itu bisa memperbaiki daya saing secara revolutif sehingga bisa mengejar ketertinggalan tersebut.
"Satu hal lain yang perlu diwaspadai adalah pasar tenaga kerja, termasuk tenaga kerja terdidik. MEA juga meliberalkan pasar tenaga kerja profesional," kata Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) itu.
Padahal, kata dia, sekarang pun ada 600 ribuan pengangguran intelektual. Tanpa ada perbaikan kualitas tenaga kerja Indonesia maka bisa terjadi "booming" pengangguran intelektual.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi tidak bisa hanya berjalan apa adanya seperti sekarang. Perguruan tinggi bukan hanya ikut bertanggung jawab atas pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus meningkatkan kualitas lulusannya.
"Perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan bursa kerja. Jika hal itu tidak dilakukan, bisa jadi perguruan tinggi hanya akan menambah masalah dengan melahirkan lebih banyak penganggur intelektual," katanya.
(B015)
Berita Lainnya
Pemerintah minta pemberi kerja Jepang latih bahasa untuk PMI terampil
Kamis, 25 April 2024 9:51 Wib
Pemerintah perkuat lulusan perfilman Indonesia agar terserap industri
Kamis, 25 April 2024 5:53 Wib
Pemerintah berlakukan HET beras medium Rp12.500/kg
Rabu, 24 April 2024 19:53 Wib
Pemerintah gratiskan konversi motor bensin menjadi listrik
Rabu, 24 April 2024 12:08 Wib
Presiden Jokowi: Putusan MK penting untuk buktikan pemerintah tak bersalah
Selasa, 23 April 2024 11:55 Wib
Pemerintah yakin ekonomi RI tetap tumbuh lima persen
Selasa, 23 April 2024 5:26 Wib
Pemerintah menyiapkan transisi pemerintahan pasca-putusan MK
Senin, 22 April 2024 16:28 Wib
Melalui PKKPT, pemerintah mendukung reputasi perguruan tinggi
Senin, 22 April 2024 14:31 Wib