Petani Bantul optimalkan kompos tingkatkan produktivitas jagung

id petani bantul optimalkan

Petani Bantul optimalkan kompos tingkatkan produktivitas jagung

Ilustrasi (Foto Antara/Sidik)

Bantul (Antara Jogja) - Kelompok tani Desa Wijirejo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengoptimalkan penggunaan pupuk kompos pada lahan jagung milik mereka guna meningkatkan produktivitas panen tanaman palawija tersebut.

"Setelah kami menggunakan pupuk kompos hasil pengolahan sampah pasar, produktivitas jagung di Bulak Karang ini lebih baik, bisa mencapai 16,5 ton jagung pipil kering per hektare," kata Ketua Gapoktan Mitra Usaha Tani Desa Wijirejo Sumarjono di Bantul, Kamis.

Padahal, katanya, sebelum mengoptimalkan penggunaan pupuk kompos atau ketika masih menggunakan pupuk kimia produksi jagung yang ditanam di areal lahan seluas 28,5 hektare tersebut rata-rata sekitar 11,9 ton per hektare.

Sumarjono mengatakan penggunaan pupuk kompos limbah pasar yang difasilitasi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bantul di wilayahnya itu merupakan uji coba, karena baru dilakukan pertama kali, dan jagung varietas hibrida yang sudah siap dipanen ini berusia sekitar 80 sampai 85 hari.

"Penggunaannya memang masih dicampur dengan petroganik karena kalau murni kami belum berani, pada lahan satu hektare, kami menggunakan dua ton pupuk kompos, sementara kimia sekitar 200 kilogram," katanya.

Menurut dia, pemakaian pupuk kimia berlebihan dan terus menerus diakui akan merusak unsur hara tanah sehingga harus diimbangi dengan pemakaian pupuk organik tersebut agar dapat mengurangi kerusakan dan mengembalikan kesuburan tanah.

Menurut dia, dibutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk menetralisasi tanah hingga bisa menggunakan pupuk organik murni tanpa campuran pupuk kimia, sehingga penggunaan pupuk kompos ini akan terus dioptimalkan dan dilakukan petani secara bertahap.

"Ke depan, kami akan terus menggunakan pupuk kompos ini karena hasil panennya bagus, selain itu nilai jual hasil pertanian organik di pasaran juga lebih tinggi, misalnya beras organik kemasan 10 kg, selisih harga sekitar Rp3.000 hingga Rp5.000 dari beras nonorganik," katanya.

Sekretaris BLH Bantul, Gatot Suteja mengatakan pupuk kompos merupakan pengolahan sampah pasar, seperti buah-buahan dan sayuran busuk.

Hingga saat ini, katanya, empat pasar menjadi percontohan program itu, yakni Pasar Imogiri, Jejeran, Niten, dan Piyungan.

"Dari empat pasar ini, Pasar Imogiri dan Pasar Jejeran yang produksinya paling optimal, karena keduanya bisa menghasilkan kompos sekitar tiga sampai empat ton per bulan, sementara Pasar Piyungan dan Pasar Niten sekitar satu ton per bulan," katanya.

Menurut dia, saat ini pupuk kompos limbah pasar telah dimanfaatkan petani, di antaranya kelompok tani di Desa Wijirejo.

Dia mengharapkan pada masa mendatang petani yang menggunakan pupuk itu semakin banyak sehingga terjadi penurunan volume penggunaan pupuk kimia.

(KR-HRI)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024