Kurikulum 2013 tidak diganti tapi dievaluasi

id kurikulum 2013 anies

Kurikulum 2013 tidak diganti tapi dievaluasi

Kurikulum Baru 2013 (antarakaltim.com)

Jogja (Antara Jogja) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Rasyid Baswedan menegaskan pihaknya tidak akan mengganti Kurikulum 2013, tetapi hanya melakukan perbaikan agar lebih sempurna.

"Saya tegaskan, Kemdikbud tidak akan gonta-ganti kurikulum, kita ingin menyempurnakan yang sudah ada agar dapat dijalankan dengan baik di semua sekolah oleh semua guru," katanya di Jakarta.

Ia menyampaikan hal itu saat bersilaturahim dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Anies, saat ini tim sedang bekerja untuk mengevaluasi Kurikulum 2013, dan sedang mencari cara agar produk yang sudah baik ini dapat dijalankan dengan cara yang baik pula.

"Artinya, akan dilakukan evaluasi, apakah akan dilaksanakan semua, atau sebagian, dan dicek kesiapan guru dalam melaksanakannya, sehingga tidak terkesan hanya sekadar memaksakan keinginan pemerintah pusat di Jakarta saja," kata dia.

Ia menegaskan bahwa hal yang lebih penting dalam penerapan suatu kurikulum adalah memastikan kesiapan guru di seluruh Indonesia benar-benar bisa melaksanakannya dengan baik.

Selama ini yang terjadi di Jakarta sering dibuat berbagai aturan dan kebijakan, sementara yang melaksanakan dinas pendidikan dan guru di daerah.

"Seharusnya dilihat dulu kenyataan di lapangan seperti apa, baru dibuat aturan yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan," katanya.

Perkembangan terakhir, Mendikbud Anies Baswedan memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di seluruh Indonesia, sehingga setiap sekolah menjalankan kembali Kurikulum 2006, kecuali 6.221 sekolah yang sudah lama memberlakukan K-13 dan mereka akan dipersiapkan sebagai percontohan.

"Namun, proses penyempurnaan Kurikulum 2013 tidak berhenti, akan diperbaiki dan dikembangkan, serta dilaksanakan di sekolah-sekolah percontohan yang selama ini telah menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester terakhir itu," kata dia.

Implementasi Kurikulum 2013, menurut Anies, secara bertahap dan terbatas telah dilakukan pada Tahun Pelajaran 2013/2014 di 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Hanya sekolah-sekolah inilah yang diwajibkan menjalankan kurikulum tersebut sebagai tempat untuk memperbaiki dan mengembangkan Kurikulum 2013.

Ia juga menyebutkan selain sekolah tersebut, sekolah yang baru menerapkan satu semester Kurikulum 2013 akan tetap menggunakan Kurikulum 2006 sampai mereka benar-benar siap menerapkan Kurikulum 2013.

"Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006," katanya.

Kemdikbud, menurut dia, mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan Kurikulum 2013, karena beberapa hal, antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah.

Menurut Anies, kurikulum pendidikan nasional memang harus terus-menerus dikaji sesuai dengan waktu dan konteks pendidikan di Indonesia guna mendapatkan hasil terbaik bagi peserta didik.

Perbaikan kurikulum ini demi kebaikan semua elemen dalam ekosistem pendidikan, terutama peserta didik. "Tidak ada niat untuk menjadikan salah satu elemen pendidikan menjadi percobaan, apalagi siswa yang menjadi tiang utama masa depan Bangsa," katanya.



Belum Paham

Sebagian guru sekolah dasar di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum memahami tentang penerapan Kurikulum 2013, karena belum pernah mendapatkan pelatihan.

Kondisi tersebut diakui salah seorang guru sekolah dasar (SD) di Gunung Kidul Suminem. Ia mengatakan dirinya belum pernah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 (K-13). "Belum pernah mengikuti, dan disarankan untuk belajar dengan rekan sesama guru yang sudah mendapatkan pelatihan," kata dia.

Ia mengatakan dirinya mengaku tidak bisa menyerap informasi dari rekan se-profesi yang sudah mengikuti pelatihan. "Kami masih bingung memasukkan nilai ke dalam rapor siswa, guru ikut pelatihan saja masih bingung (karena tanpa pendampingan)," katanya.

Suminem menyebutkan dalam kurikulum baru tersebut, satu tema bisa mencakup enam mata pelajaran. Lebih membingungkan lagi, standar baku dalam penilaian untuk Kurikulum 2013 belum ada. "Sampai saat ini belum tahu terkait penilaian," katanya.

Sementara itu, Kabid Pendidikan TK/SD Disdikpora Gunung Kidul Sri Andari mengatakan pihaknya sudah berusaha menggelar pelatihan K-13 bagi guru.

Dalam pelatihan tersebut, termasuk pemberian penjelasan terkait penilaian dalam rapor siswa. "Sebagian guru sudah mendapatkan pelatihan, sehingga diharapkan sudah mengetahui bagaimana implementasinya," katanya.

Namun demikian, kata Sri, kalau masih ada guru belum memahami mengenai penilaian, pihaknya sudah mengunggahnya dalam "website" milik Disdikpora. "Para guru yang belum paham bisa mengakses di `website` kami, di sana ada tata caranya," kata dia.

Terkait dengan penerapan Kurikulum 2013, Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terkendala buku ajar sekolah menengah pertama (SMP) yang belum semua terdistribusikan.

"Untuk buku saya tidak tahu apa kendalanya, karena itu yang mengadakan pusat, baik itu buku pegangan siswa maupun guru SMP, masih belum semua sekolah menerima, sedangkan kalau buku sekolah dasar (SD) sudah semuanya," Kepala Dinas Pendidikan Dasar Bantul Totok Sudarto.

Menurut dia, sampai sekarang pelaksanaan Kurikulum 2013 terkendala persoalan buku ajar SMP yang belum 100 persen terdistribusikan, karena masih ada sekitar 45 persen dari total 89 SMP di Bantul yang belum menerima buku tersebut.

"Ada sekolah tertentu yang sudah menerima buku, namun eksemplar-nya masih kurang. Mengatasi permasalahan buku tersebut, kami sudah mengirimkan `soft copy` ke sejumlah sekolah untuk dijadikan rujukan," katanya.

Sedangkan untuk mengatasi kebingungan guru terhadap penerapan Kurikulum 2013, kata dia sebenarnya pemerintah telah mengupayakan pendidikan dan pelatihan (diklat) serta bimbingan teknis (bimtek), dan sejauh ini pelatihan yang diberikan juga sudah memadai.



Langkah Mundur

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menilai kebijakan kembali ke Kurikulum 2006 adalah langkah mundur, karena Kurikulum 2013 secara substansi sebenarnya tidak ada masalah.

"Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang, sebab Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara substansi ada kekurangan, dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi," katanya di Surabaya.

Guru Besar ITS Surabaya itu menjelaskan bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya untuk 6.221 sekolah, sebab kalau ada masalah, tentu tidak akan dipakai sama sekali.

"Oleh karena itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung `dibajak` dengan dibatasi pada 6.221 sekolah tersebut, melainkan sekolah mana saja yang siap, ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah," katanya.

Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan disiapkan oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap, karena penyiapan guru dan buku merupakan tugas pemerintah.

"Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, kemudian butuh waktu lagi untuk melatih guru (dengan KTSP), dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP," katanya.

Menurut Nuh, pihaknya sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) guna mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012, dan ternyata nilai rata-rata adalah 45, padahal Kurikulum 2006 sudah enam tahun berlaku.

"Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya.

Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru.

"Kita juga sudah merancang solusi untuk menyiapkan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40, yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan, bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai `pabrik guru`," katanya.

Selain itu, menurut dia, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) akan mengharuskan orang tua siswa untuk membeli buku baru, padahal buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan. "Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi," katanya.

Mohammah Nuh mengakui buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah. "Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara `membajak` Kurikulum 2013, saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik, ya nggak tahu-lah," katanya.

(U.M008)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024