Akademisi: globalisasi Timur akan datang lagi

id akademisi: globalisasi

Akademisi: globalisasi Timur akan datang lagi

UII (Foto Istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Globalisasi timur yang digambarkan sebagai tata kelola dunia yang lebih demokratis dan adil akan datang lagi, kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Suwarsono Muhammad.

"Potensi lahirnya kembali globalisasi timur yang meliputi Tiongkok, imperium Islam, dan India telah terbuka lebar. Sebelum dikuasai Amerika Serikat dan negara Barat, globalisasi timur pernah hadir pada abad ke-13 hingga ke-15," katanya di Yogyakarta, Kamis.

Pada seminar "Menuju Masyarakat Madani dan Lestari", ia mengatakan globalisasi timur akan datang lagi dengan kemungkinan lebih demokratis dan lebih adil.

Dalam konteks masyarakat madani itu tidak ada lagi yang mempersoalkan kebenaran dari globalisasi timur. "Contohnya, berdasarkan data yang ada menunjukkan produk domestik bruto (PDB) negara Tiongkok saat ini sudah satu seperempat kali dari PDB Amerika Serikat," kata Suwarsono yang juga penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, dari skala yang paling abstrak, masyarakat madani yang diperkirakan terwujud pada lima sampai sepuluh tahun mendatang itu akan membuat dunia tidak dikuasai lagi oleh satu peradaban.

"Ketika dunia ini dikuasai oleh lebih dari satu peradaban, maka tenggang rasa dan negosiasi akan berjalan lebih demokratis dan adil. Saya berharap hal ini akan menjadi kesempatan yang luar biasa bagi Indonesia maupun umat Islam dengan datangnya globalisasi timur," katanya.

Ia mengatakan hingga saat ini konsep masyarakat madani di Indonesia dinilai masih merupakan sebuah proses dalam rangka reformasi. Dalam pemikiran reformasi ini masyarakat madani dapat dimaknai sebagai tujuan dari pemerintah demokrasi.

"Masyarakat madani merupakan konsep yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan memerlukan perjuangan yang terus-menerus," katanya.

Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan inti dari masyarakat madani adalah adanya toleransi yang kuat, penghargaan pada pluralisme, demokratis, dan tidak ada dominasi suatu bangsa dan satu peradaban dengan peradaban yang lain.

Menurut dia, dari sudut pandang hukum, persoalan sosial akan menjadi signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan satu bangunan hukum yang lebih beradab.

"Tidak mungkin lagi hidup dengan situasi seperti sekarang, yang mempertahankan perilaku culas, bergaya mau menang sendiri di atas kesalahan dirinya. Hal ini akan dilawan oleh kekuatan sosial," katanya.

Kondisi itu, kata dia, merupakan imbas dari dominasi kekuatan besar dalam level makro yang kemudian melahirkan sekte-sekte atau pribadi-pribadi yang dominan.

Ia mengatakan segerombolan pengacau-pengacau hukum sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekte tersendiri. Sekte yang tidak dapat ditembus oleh nasihat apa pun.

"Untuk membentuk masyarakat madani berbagai ilmu hendaknya harus saling berkolaborasi dan tidak memandang rendah ilmu yang lain. Hal ini penting untuk menemukan solusi integratif bagi permasalahan Bangsa Indonesia," katanya.

Seminar yang digagas oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) itu merupakan rangkaian acara "Open Day & Innovation Expo UII 2014".

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024