Bantul (Antara Jogja) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mempertanyakan fungsi pengawasan di Sekolah Dasar 2 Sanden menyusul kejadian penganiayaan oleh 13 siswa terhadap salah satu siswa sekolah itu.
"Saya menyayangkan kejadian ini (penganiayaan), terlebih dilakukan di lingkungan sekolah yang berada di bawah tanggungjawab guru dan kepala sekolah, makanya fungsi pengawasan sekolah terhadap siswa ini bagaimana," kata Ketua Komisi D DPRD Bantul, Enggar Suryo Jatmiko saat melakukan klarifikasi ke sekolah itu, Selasa.
Pihaknya mendapat laporan dari Sugito, wali siswa `S` karena menjadi korban penganiayaan oleh 13 siswa teman sekelas yang masih duduk di bangku kelas lima SD 2 Sanden, laporan itu diterima pada Senin (15/12), sementara kejadian penganiayaan pada Selasa (9/12) di sekolah.
Namun demikian, berdasarkan hasil klarifikasi tersebut, korban yang masih berusia 10 tahun tidak mengalami luka serius hingga menjalani perawatan secara intensif di rumah sakit, melainkan masih bisa ditangani puskesmas setempat dan diperbolehkan pulang.
"Bukan permasalahan serius atau tidak serius akibat penganiayaan ini, melainkan fungsi pengawasan sekolah terhadap siswa, itu yang terpenting. Kepala sekolah dan guru seharusnya yang lebih tahu kejadian ini, karena ini di bawah kendali guru dan kepala sekolah," katanya.
Sebab, kata politisi dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini kalau kejadian seperti ini dibiarkan maka anak-anak yang seharusnya mendapat ilmu untuk bekal mereka di masa depan, justru bertambah nakal dan sering berbuat kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan.
"Kalau seperti ini kan berarti ada pembiaran oleh guru maupun kepala sekolah, karena tidak ada pengawasan terhadap siswa, komisi D tidak main-main dengan masalah ini, dan bisa memberikan rekomendasikan kepada kepala sekolah," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Bantul, Ichwan Tamrin juga menyayangkan kejadian tersebut yang lepas dari pengawasan guru maupun kepala sekolah, seharusnya kejadian seperti ini tidak terjadi jika ada kedekatan pihak sekolah dengan siswa ketika ada permasalahan di antara para siswa.
"Ini menjadi perhatian serius bagi sekolah, dan kami mohon kasus ini bisa segera diselesaikan dengan cara pendekatan agar tidak berkembang dan menimbulkan masalah baru, karena kami berharap masalah ini jangan sampai emrusak masa depan pendidikan di Bantul," katanya.
Kepala SD 2 Sanden, Saryana mengatakan, penganiayaan tersebut terjadi pada Selasa (9/12) pagi dan siang saat jam sekolah, namun pihaknya sendiri tidak mengetahui pasti kejadian tersebut, dan baru mengetahui setelah wali siswa yang menjadi korban mendatangi sekolah untuk melaporkan kejadian itu ke pihak sekolah.
"Pada Hari Rabu (10/12) si anak (korban) tidak berangkat, dan pada saat itu wali siswa laporan ke sekolah dan bercerita anaknya dianiaya teman-teman sekelas, dan setelah itu saya mengumpulkan siswa kelas lima," katanya.
Ia juga mengatakan, 13 siswa yang melakukan penganiayaan telah mengaku salah dan meminta maaf, namun pihaknya tidak menduga bahwa wali siswa melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian Sektor (Polsek) setempat dan DPRD Bantul.
KR-HRI
Berita Lainnya
Hak asasi warga terampas di Haiti
Jumat, 29 Maret 2024 11:40 Wib
Buntut kekerasan seksual, Ketua DPD PSI Jakarta Barat mengundurkan diri
Rabu, 27 Maret 2024 15:53 Wib
Pangdam sebut kekerasan di Papua bermula dari info KKB akan bakar puskesmas
Senin, 25 Maret 2024 18:22 Wib
Pomdam III/Siliwangi tahan 8 prajurit TNI pelaku kekerasan atas warga Papua
Senin, 25 Maret 2024 18:16 Wib
TNI AD minta maaf atas tindak kekerasan di Papua
Senin, 25 Maret 2024 18:11 Wib
Implementasi ilmu agama cegah perundungan di pesantren Indonesia
Minggu, 24 Maret 2024 1:36 Wib
Orang tua, pinta KPAI, harus lindungi anak dari kekerasan
Rabu, 13 Maret 2024 18:57 Wib
Sekolah di Indonesia harus komitmen cegah kekerasan
Selasa, 12 Maret 2024 6:19 Wib