Kemkumham membiarkan konflik Golkar

id kemkumham membiarkan konflik

Kemkumham membiarkan konflik Golkar

Partai Golkar (Foto Istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Sikap pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang tidak mengesahkan dua kubu dalam Partai Golkar terkesan membiarkan konflik internal partai politik ini tanpa kejelasan penyelesaiannya.

Bahkan ada beberapa akademisi atau pakar maupun pengamat politik yang menilai sikap pemerintah tersebut justru memperluas area konflik, dan bisa merugikan atau mengancam kepentingan Golkar di daerah.

Namun sebaliknya tidak sedikit yang mengapresiasi sikap Kemkumham itu. Mereka menilai keputusan atau sikap Kemkumham sudah tepat, karena pemerintah mengembalikan urusan penyelesaian konflik ke internal partai. Pemerintah tidak ingin dinilai mengintenvensi atau mencampuri urusan internal partai ini.

Kemkumham tidak mengesahkan dua kubu dalam Partai Golkar yaitu kubu pimpinan ketua umum versi musyawarah nasional (munas) Bali, Aburizal Bakrie maupun kubu versi munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono.

"Setelah kami mempertimbangan dari seluruh aspek yuridis, fakta, dokumen dari kedua kelompok itu, kami menyimpulkan bahwa masih ada perselisihan yang seharusnya Kemkumham tidak boleh mengintervensi keputusan tersebut. Kami dengan berat hati sebenarnya tidak dapat memberikan keputusan baik ke mana-ke mana," kata Menkumham Yasonna Laoly di Jakarta, Selasa (16/12).

Sebelumnya pada 8 Desember 2014 Aburizal Bakrie maupun Agung Laksono sama-sama mendaftarkan kepengurusan Partai Golkar ke Kemkumham untuk disahkan.

"Kami minta internal Partai Golkar yang menyelesaikan masalahnya sesuai pasal 24 Undang-undang Parpol yang mengatakan dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan parpol, hasil forum tertinggi pengambilan keputusan belum dapat dilakukan menteri sampai perselisihan terselesaikan," kata Yasonna.

Namun, Yasonna mengakui bahwa kedua munas Partai Golkar adalah munas yang sah. "Munas Ancol telah kami teliti dokumennya, sah sebagai suatu munas. Munas Bali juga sah sebagai satu munas. Terjadi perbedaan kepengurusan, ada konflik terus-menerus. Maka, menurut hemat kami, sebagai kebesaran Golkar supaya jangan ada perbedaan pendapat di antara mereka, kami minta supaya partai ini menyelesaikan terlebih dahulu secara baik, musyawarah mufakat internal kepengurusan di Partai Golkar," katanya.

Artinya, pemerintah mengembalikan persoalan tersebut ke internal Partai Golkar. "Kami percaya, baik dari kubu Ancol maupun Bali adalah dua bersaudara yang kenal baik, saling membangun Golkar, dan kami percaya bahwa masalah internal ini akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat," katanya.

Putusan itu, menurut Yasonna, berdasarkan tim yang sudah meneliti dokumen dan ketentuan perundang-undangan yang dipimpin Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Harkristuti Harkrisnowo yang bekerja selama tujuh hari, setelah laporan kepengurusan diserahkan oleh Golkar.

Menkumham Yasonna Laoly juga menegaskan bahwa Golkar tetap diakui sebagai partai politik. "Golkar tetap diakui negara sebagai partai politik, tapi kepengurusannya yang jadi persoalan. Golkar sudah terdaftar sebagai badan hukum parpol, dan memenuhi syarat UU Parpol. Yang tercatat pada kami kan masih yang lama, dan itu ada Agung Laksono di dalam, Priyo juga ada di dalam. Sama saja, semuanya. Kelompok itulah, semua itu ada di dalam," ujar Yasonna.



            Perluas Area Konflik

Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai sikap Kementerian Hukum dan HAM yang mengembalikan penyelesaian konflik internal Partai Golkar melalui partai itu sendiri, justru akan mempertajam dan memperluas area konflik.

"Mestinya pemerintah melalui Kemkumham mendorong penyelesaian masalah Golkar melalui pengadilan, dan pemerintah akan mengakui salah satu kubu berdasarkan putusan pengadilan," kata Ahmad Atang di Kupang, Rabu, terkait putusan pemerintah dalam kasus dualisme Partai Golkar.

Menurut dia, dengan sikap pemerintah seperti itu, maka Partai Golkar akan mengalami prahara yang memakan waktu lama, dan jika kondisi ini tidak segera diselesaikan, akan merembes ke daerah-daerah. Artinya, bukan tidak mungkin masing-masing pimpinan di tingkat pusat maupun daerah akan saling memecat.

"Selain itu, agenda politik Golkar secara nasional juga akan terhambat apabila konflik masih berkepanjangan," kata Ahmad Atang

Menkumham Yasonna Laoly menyarankan konflik antara kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono bisa diselesaikan sesuai mekanismenya ke Mahkamah Partai Golkar. Kalau tidak selesai, bisa melalui pengadilan.

Namun, menurut Ahmad Atang, apabila ada munas islah, itu akan lebih baik. "Dengan keputusan tersebut pemerintah tidak berpihak ke kubu mana pun, seperti yang pernah dijanjikan sebelumnya," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dan hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Nikolaus Pira Bunga mengatakan ketidakjelasan kepengurusan Golkar dari pusat hingga ke daerah saat ini mengancam kepentingan Golkar di daerah-daerah, di antaranya pilkada.

"Selama dua kepengurusan hasil munas belum ada satupun yang mendapat pengakuan secara hukum tetap, maka Golkar tidak bisa dilibatkan dalam pilkada," kata Pira Bunga di Kupang.

Menurut dia, salah satu persyaratan dalam mengajukan calon kepala daerah adalah surat keputusan dewan pimpinan pusat partai politik yang sudah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam kaitan ini, kata dia, maka kader Golkar akan mengalami kesulitan memperoleh rekomendasi partai, sebagai syarat untuk ikut bertarung dalam pemilu kepala daerah di seluruh Indonesia yang akan digelar serentak pada 2015.



            Mengapresiasi

Direktur Institut Madani Nusantara Nanat Fatah Natsir mengatakan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona Laoly yang mengembalikan penyelesaian dualisme Partai Golkar kepada internal partai perlu diapresiasi.

"Kebijakan Menkumham itu perlu diapresiasi dengan acungan jempol. Bagus sekali Menkumham mengembalikan perselisihan Golkar untuk diselesaikan oleh mahkamah partai agar kedua kubu islah," kata Nanat di Jakarta.

Mantan rektor UIN Bandung itu mengatakan keputusan Menkumham tersebut sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Terhadap Undang-undang Nomor 8 tentang Partai Politik.

Keputusan tersebut, menurut dia juga menunjukkan bahwa Kemkumham bersikap netral, dan tidak mengintervensi.

Nanat berharap, keputusan Menkumham itu bisa menjadi contoh oleh menteri-menteri lain yang terkait bidang politik dan keamanan di Kabinet Kerja dalam membuat kebijakan. "Saya optimistis Bangsa Indonesia semakin demokratis, dewasa dan cerdas dalam berpolitik di masa depan," ujar Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon juga mengapresiasi keputusan Kementerian Hukum dan HAM mengenai konflik internal Partai Golkar yang mengembalikan penyelesaiannya kepada mekanisme internal partai. "Kalau memang benar Kemkumham mengembalikan ke internal partai (Golkar), itu memang sejalan dengan undang-undang," katanya di Jakarta.

Fadli mengatakan urusan parpol merupakan urusan internal partai, karena menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pemerintah tidak bisa intervensi masalah internal.

Menurut dia, masalah internal partai diselesaikan melalui mahkamah partai, dan tindakan pemerintah hanya bersifat administratif. "Apabila di mahkamah partai sudah selesai, maka pemerintah sifatnya hanya administratif, tidak bisa mengakui satu pihak. Mahkamah partai yang menyelesaikan konflik internal partai," ujarnya.

Ia menilai keberadaan mahkamah partai harus berpihak pada konstitusi partai, yaitu anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).

Menurut Fadli, tidak bisa orang berkumpul kemudian mengadakan musyawarah nasional, kongres atau muktamar, karena harus melalui proses tahapan untuk menyelenggarakan kegiatan tertinggi dalam internal partai.

"Kongres, munas, atau muktamar merupakan forum tertinggi dalam tiap parpol. Mereka harus mendapat mandat dari DPD, DPC. Tiap parpol memiliki sistem seperti itu," katanya.

Sementara itu, politisi Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari berpendapat rekonsiliasi merupakan jalan terbaik dan lebih bermartabat bagi partai ini.

"Tidak masuk akal sehat marwah sebuah partai tua dan besar dipertaruhkan pada keputusan pemerintah. Oleh karena itu, saya menawarkan islah di antara dua kubu melalui sebuah Munas Rekonsiliasi," kata Hajriyanto.

Ia mengatakan keputusan Kemkumham terkait dualisme kepemimpinan di Golkar itu merupakan hasil maksimal yang bisa dilakukan pemerintah.

Ia mengingatkan Golkar sebagai partai tua, berpengalaman, dan besar, harus mempunyai prosedur serta mekanisme dalam menyelesaikan konflik atau perpecahan yang mencerminkan kedewasaan berpolitik.

Menurut dia, konflik tersebut biasa dalam politik, tetapi setiap konflik harus diikuti dengan konsensus, dan sekarang yang terjadi sudah mengarah pada perpecahan yang harus diakhiri dengan konsensus. "Satu-satunya jalan adalah dengan mekanisme organisasi yang formal, yaitu munas untuk rekonsiliasi," tanadas dia.

Hajriyanto menilai "bola" sekarang berada di tangan para sesepuh dan pinisepuh Partai Golkar untuk turun gunung dan melangkah mewujudkan islah melalui sebuah munas rekonsiliasi.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024