Bupati Bantul : wanita layak jadi pemimpin

id bupati bantul, wanita

Bupati Bantul : wanita layak jadi pemimpin

Bupati Bantul Sri Surya Widati (Foto Heri Sidik/Antara)

Bantul (Antara Jogja) - Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Surya Widati mengatakan wanita layak dan mampu menjadi pemimpin bahkan hingga tataran dunia mengingat dalam sejarah tercatat sejumlah kaum hawa yang jadi pemimpin.

"Hal tersebut membuktikan bahwa wanita layak tampil di muka tidak hanya sebagai pelengkap saja," kata Bupati dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Pemerintahan Bantul, Suyoto dalam peringatan HUT Dharma Wanita Persatuan (DWP) ke-15 di Gedung Parasamya, Bantul, Rabu.

Bupati menyontohkan pemimpin wanita yang tercatat dalam sejarah itu di antaranya Perdana Menteri Inggris, Margaret Hilda Thatcher, tokoh dunia Bunda Theresa, pejuang Indonesia Cut Nyak Dien, RA Kartini dan tokoh wanita lainnya.

Menurut dia, peran wanita di Indonesia sebenarnya sangat strategis karena diberi ruang yang cukup luas dan didukung semua kalangan, apalagi ada pepatah di setiap tempat bila ada tokoh yang terkenal pasti disitu ada peran wanita disampingnya yang hebat.

"Termasuk organisasi DWP dalam perjalanannya telah membuktikan mampu mengantarkan peran suaminya sebagai aparatur sipil negara (ASN), sehingga mampu mengemban tugas dan perannya lebih baik," katanya.

Pihaknya berharap, ke depan DWP mampu menciptakan ide yang bermanfaat bagi masyarakat dan keluarga juga menjadi saluran program pemerintah terutama lewat sosialisasinya.

Sementara itu, Ketua Umum DWP Pusat, Ny Nila F Moeloek yang sambutannya dibacakan Ketua DWP Bantul, Titik Riyantono mengatakan sudah sekitar 15 tahun organisasi ini mengabdi untuk pembangunan bangsa.

"Pada HUT DWP kali ini juga menggelar syukuran dengan terpilihnya pemerintah baru dengan aman, sehingga kita perlu mendukung karena inilah pilihan rakyat," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah melalui Menpan dan RB telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan reformasi birokrasi yang menggantikan istilah PNS.

"Kalau kita menengok ke belakang sejarah DWP dibagi tiga periode, periode 1999 - 2004 adalah periode perjuangan dengan perubahan ketua tidak lagi dijabat istri pemimpin tertinggi tapi dipilih anggota. DWP organisasi istri PNS yang netral secara politis, demokratis dan mandiri," katanya.

Selanjutnya periode 2004-2009 adalah pengembangan yakni mengoptimalkan tujuan utama pendidikan terhadap anak dan terbentuknya Gerakan Nasional Tanam dan Pelihara Pohon, sedangkan pada 2009-2014 merupakan pencapaian dengan menjalin kerjasama secara kemitraan dengan pihak pemerintah dan swasta.

"Harapannya dengan tiga tahapan tadi, ke depan kaum perempuan harus berani mengambil kebijakan dan keputusan menyangkut kepentingan DWP atau menjadi `center of excellence` bagi bangsa Indonesia," katanya.

(KR-HRI)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024