Pemecatan anggota DPRD Bantul dinilai cacat hukum

id pemecatan anggota dprd

Pemecatan anggota DPRD Bantul dinilai cacat hukum

DPRD (Foto Istimewa)

Bantul (Antara Jogja) - Pengacara Abdurrahman selaku Kuasa Hukum Jumakir, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menilai pemecatan kliennya dari keanggotaan Partai Persatuan Pembangunan cacat hukum.

"Surat keputusan pemecatan cacat hukum, hanya di `scanner` saja, saya juga sudah memastikan ke Dewan Pimpinan Partai (DPP) dan memang mereka tidak mengeluarkan surat itu," kata Abdurrahman, usai melakukan mediasi di Bantul, Senin.

Oleh sebab itu, pihaknya mengaku keberatan dengan pemecatan anggota DPRD Bantul yang berujung pada rencana dilakukannya proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota dewan itu, karena SK yang ditandatangani DPP PPP tersebut dinilai palsu.

Sidang gugatan terhadap anggota DPRD Bantul dua periode dari PPP tersebut dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bantul pada Senin (29/12), dan pada Senin (22/12) baru dilakukan mediasi antara pihak Jumakir dan PPP di PN Bantul.

Kuasa hukum meyakini bahwa Jumakir tidak bersalah, karena menurutnya menikah lagi atau memiliki istri lebih dari satu seperti yang dipermasalahan partai itu, tidak diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) partai.

Apalagi, kata dia anggota DPRD tersebut juga sudah menikah secara resmi dan jika yang dipermasalahkan adalah tindakan asusila seperti yang dikabarkan, maka menurut Kuasa Hukum, itu merupakan persoalan pribadi yang bersangkutan. "Kami tidak akan menuntut SK palsu itu, kami tidak ingin mencari-cari kesalahan," katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum PPP, Hani Kuswanto, mengatakan jika memang SK pemecatan untuk Jumakir palsu, maka pihaknya mempersilakan pihak tergugat bila ingin melaporkan, karena pihaknya meyakini pemecatan Jumakir sudah sesuai prosedur.

Sebab, kata dia, pada saat pemecatan dilakukan, Jumakir baru menikah siri dengan seorang perempuan yang masih berstatus istri orang, sehingga meskipun tidak diatur dalam AD/ART, tetapi tindakannya tidak sesuai dengan norma kepatutan PPP.

"Harusnya Gubernur DIY sudah bisa mengeluarkan SK tanpa harus menunggu sengketa selesai. Itu kan ajuan dari bawah, kalau Gubernur tidak mengabulkan, kami bisa menggugat," katanya.

(KR-HRI)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024