Desa siaga bencana Sleman perlu lumbung sosial

id desa tanggap bencana

Desa siaga bencana Sleman perlu lumbung sosial

Ilustrasi (Foto ANTARA/Dok)

Sleman (Antara Jogja) - Pembentukan desa siaga bencana di Kabupaten Sleman, Daerah Isrtimewa Yogyakarta, perlu diikuti dengan pembuatan lumbung sosial untuk mengantisipasi kebutuhan darurat saat terjadi musibah.

"Setiap desa siaga bencana diperkuat dengan lumbung sosial yaitu kelengkapan kebutuhan dasar seperti�lauk pauk, kebutuhan kaum perempuan dan anak,�serta kebutuhan dasar lainnya," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Julisetiono Dwi Wasita, Jumat.

Menurut dia, desa siaga bencana bukan slogan semata, namun warga desa tersebut yang berdomisili di suatu daerah yang dianggap rawan terhadap bencana, agar masyarakatnya memahami dan dapat meminimalisasi serta mengantisipasi dampak bencana tersebut sejak dini.

"Warga di daerah Desa Siaga Bencana harus siap menghadapi berbagai bencana alam di daerahnya karena mereka juga dilatih bagaimana untuk menyelamatkan diri," katanya.

Ia mengatakan, mitigasi bencana diharapkan dapat menjadi kearifan lokal masyarakat di kawasan rawan bencana pada khususnya dan masyarakat Sleman pada umumnya.

"Pemkab telah melakukan Pemetaan titik rawan bencana pada musim hujan ini seperti banjir lahar dingin di kawasan sekitar sungai berhulu di Gunung Merapi, tanah dan batu longsor di kawasan perbukitan Prambanan serta mewaspadai kemungkinan terjadinya angin kencang seperti puting beliung," katanya.

Julisetiono mengatakan, masyarakat juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam meng�ha�dapi bencana, dengan harapan kesiapsiagaan tersebut dapat bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam mengantisipasi jatuhnya korban jiwa.

"Peran masyarakat dalam mitigasi bencana men�jadi sangat penting, karena warga merupakan subjek, objek, sekaligus sumber pokok dalam usaha pengurang�an risiko bencana," katanya.

Agar memberikan manfaat yang optimal, katanya, rencana mitigasi harus mengadopsi dan mem�er�hatikan kea�rifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (tradi�tional knowledge) yang ada dan berkem�bang dalam masyara�kat.

"Hal ini dikarenakan kedua aspek tersebut merupakan faktor penentu dalam keberha�silan upaya pengurangan risiko bencana," katanya.
(V001)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024