Kata Presiden persoalan KPK-Polri tidak sederhana

id kpk-polri

Kata Presiden persoalan KPK-Polri tidak sederhana

Ilustrasi (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereda, bahkan tampaknya semakin panas.

Wajar jika Presiden Joko Widodo mengatakan konflik KPK dengan Polri tidak sederhana, sehingga membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya.

"Mungkin banyak yang belum tahu bertumpuknya masalah yang harus dihadapi. Masalah itu bertumpuk bukan hanya yang berkaitan dengan politik dan hukum. Ini harus kami urai dan butuh waktu," kata Presiden saat memberikan pidato pada penutupan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta, Rabu (11/2).

Menurut Presiden, jika persoalan KPK dengan Polri sederhana, kemungkinan dapat diselesaikan dengan cepat. "Kalau (penyebabnya) hanya satu masalah saja, mungkin bisa (cepat)," katanya.

Presiden mengatakan persoalan KPK dengan Polri tidak sebanding dengan persoalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) seperti pada November 2014. Sehingga waktu itu persoalan kenaikan harga BBM dapat diputuskan secara cepat, sebab pilihannya sudah jelas, yakni untuk dialihkan pada sektor produktif.

Namun, tampaknya Presiden optimistis bahwa persoalan KPK dengan Polri akan diupayakan secepatnya bisa selesai. Seperti ketika ditanya wartawan di Yogyakarta mengenai target penyelesaian konflik KPK dengan Polri, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjawab akan segera terselesaikan. "Segera, segera," katanya.

Memanasnya konflik KPK dengan Polri dari perkembangan terakhir yakni adanya pernyataan Tim 9 yang merasa ada ancaman terhadap penyidik KPK yang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.

"(Pembicaraan) antara lain informasi yang kami peroleh tadi, rupanya ada perasaan dari staf KPK tidak nyaman dengan keadaan situasi sekarang ini, termasuk juga ada yang merasa diteror, diancam, diintimidasi, sehingga kegalauan staf ini mejadi `concern`" kata anggota Tim 9 Jimly Asshiddiqie di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie ini hadir bersama sejumlah anggota Tim 9 lain yang dibentuk Presiden Joko Widodo, yaitu mantan komisoner KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, serta sosiolog UI Imam Prasodjo.

"Tadi hadir sebagian, di antaranya pimpinan maupun staf KPK berkumpul untuk menyampaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan keadaan. Sebenarnya kami mendapat informasi juga bahwa mengapa dua orang yang disebut-sebut penyidik aktif yang seharusnya menjadi saksi di praperadilan tidak hadir," kata Jimly.

Dalam sidang praperadilan Budi Gunawan pada Rabu (11/2) ini, ada dua penyidik aktif KPK yang rencananya akan menjadi saksi dalam persidangan, namun tidak jadi dihadirkan.

Ancaman yang didapatkan, menurut Jimly berupa pesan singkat, telepon dan bentuk ancaman lain. Atas ancaman tersebut, Tim 9 mengimbau agar semua pihak meredakan ketegangan. "Jadi kami mengimbau semua pihak untuk sesuai dengan arahan Presiden, kita meredakan ketegangan, sambil menghormati proses hukum praperadilan. Praperadilan cuma sebentar, Senin (16/2) nanti ada keputusan," ujar Jimly.

Jimly mengakui bahwa arahan Presiden Joko Widodo adalah agar KPK dan Polri sama-sama menahan diri. "Kalau kita mau mengikuti arahan Presiden, sudah jelas, jangan menambah ketegangan. Harus meredakan ketegangan sampai putusan praperadilan, itu arahannya," katanya.

Ia berharap agar semua pihak mawas diri sambil menunggu langkah Presiden. "KPK dan Polri harus mawas diri, dan kita harapkan nanti Presiden akan mengambil langkah yang berarti," kata Jimly Asshiddiqie.



Tanpa Bukti

Sementara itu, saksi fakta praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang merupakan mantan penyidik KPK dari Polri, AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan KPK pernah menetapkan tersangka tanpa ada dua alat bukti yang cukup.

Hendy mengatakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/2) bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai penyidik KPK, karena lembaga antikorupsi tersebut menetapkan tersangka tanpa bukti. "Saya mengundurkan diri, karena adanya penetapan tersangka tanpa dua alat bukti pada Oktober 2012," kata dia.

Namun, Hendy tidak menjawab siapa tersangka yang ditetapkan tanpa ada alat bukti tersebut, karena tidak diizinkan oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi.

Kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail pun menanyakan perihal perkara apa yang dimaksud saksi. Namun, salah satu anggota Divisi Hukum KPK Katarina Girsang keberatan atas pertanyaan itu, karena merujuk pada klausul pegawai KPK. "Dalam klausul ada kewajiban bagi pegawai yang sudah mengundurkan diri untuk tetap menjaga kerahasiaan KPK," kata Katarina.

Namun, saksi yang diajukan pihak Budi Gunawan tersebut mengatakan kasus itu dilakukan oleh pimpinan KPK yang ada sekarang. Maqdir bahkan menyebutkan saksi Hendy pernah bertengkar dengan pimpinan KPK sekarang.

Perkara yang pernah ditangani Hendy sejak 2008 hingga 2012 adalah penyalahgunaan APBD, suap, dan gratifikasi. Tetapi Hendy enggan memberikan keterangan mengenai perkara itu kepada wartawan di luar persidangan. "Nanti sama pengacara saja," katanya.

Sedangkan saksi ahli dalam praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang merupakan perancang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Romli Atmasasmita mengatakan pimpinan lembaga antikorupsi tersebut harus terdiri dari lima orang. "Dalam paham saya, pimpinan KPK kurang dari lima orang itu tidak dibenarkan," kata Romli di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan kinerja KPK yang tidak berkurang, meski hanya dipimpin kurang dari lima orang, tidak dapat dijadikan alasan untuk membiarkan kekosongan posisi pimpinan.

Menurut dia, posisi pimpinan KPK tidak boleh ada kekosongan, dan harus segera dicarikan pimpinan baru. "Ketika ada kekosongan, Presiden harus mengusulkan calon pimpinan KPK," kata Romli.

Dia mengatakan seharusnya pimpinan KPK menyurati Presiden ketika terjadi kekosongan pimpinan, dan meminta calon pengganti."Seharusnya pimpinan KPK menyurati Presiden untuk meminta calon pengganti. Karena Presiden tak serta merta melakukan itu (mengangkat pimpinan KPK baru) tanpa ada surat dari KPK," kata Romli.

Namun, salah satu anggota Divisi Hukum KPK Chatarina M Girsang mengatakan proses pengangkatan pimpinan baru akan membutuhkan waktu yang lama. "Proses pengangkatan itu cukup lama, kurang lebih enam bulan, bagaimana apabila proses yang lama tersebut membuat kevakuman di KPK," kata Chatarina.

Romli yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tersebut mengatakan seharusnya Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengangkat pelaksana tugas atau plt pimpinan KPK. "Presiden bisa melakukan dua hal. Yaitu menunjuk plt, dengan Perppu Plt itu Presiden bisa menunjuk siapa saja yang dianggap punya kemampuan untuk menjadi pimpinan KPK," kata Romli.

Sedangkan opsi kedua, menurut dia, Presiden mengeluarkan perppu terkait percepatan proses pengangkatan pimpinan KPK dari enam bulan menjadi empat bulan.

Menurut Romli, Presiden tidak bisa hanya mengeluarkan keputusan presiden (kepres) untuk mengangkat plt pimpinan KPK. "Penunjukan seseorang dengan kewenangan yang sangat luar biasa tidak cukup dengan kepres, harus perppu," kata dia.

Kelima pimpinan KPK tersebut, kata Romli, wajib ada dalam proses penyidikan dan penuntutan. Sementara, proses penyelidikan pimpinan KPK tidak harus lima orang.

Selain Romli, persidangan praperadilan Budi Gunawan pada Rabu ini juga menghadirkan tiga saksi ahli lainnya. Ketiga saksi ahli tersebut yaitu Guru Besar Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis, Guru Besar Universitas Gadjah Mada I Gede Panca Astawa, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chaerul Huda.



Pelaporannya Masif

Sementara itu, pelaporan yang dilakukan elemen masyarakat ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap seluruh pimpinan dan pejabat KPK dinilai masif.

"Ini semua (pimpinan) sudah kena, dan begitu masif," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada acara Festival Film Antikorupsi di Pusat Perfiliman Haji Usmar Ismail Jakarta, Rabu.

Pelaporan terbaru ditujukan kepada Deputi Pencegahan KPK Johan Budi yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Government Against Corruption and Discrimination (GACD) yang dipimpin Andar Situmorang pada Selasa (10/2).

Andar melaporkan Johan Budi dan mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, karena keduanya diduga telah bertemu dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebanyak lima kali pada 2008-2010, dan diduga membicarakan tentang kasus yang sedang ditangani KPK saat itu.

Komisioner KPK lainnya, Zulkarnain mengatakan pelaporan tersebut harus dilihat secara objektif dan berkeadilan. "Masyarakat paham dulu, hukum itu tidak hanya yuridis formal, tapi yuridis objektif dan berkeadilan. Jadi, itu sangat penting untuk penegakan hukum, tidak serta merta suatu laporan menjadi masalah demikian," katanya.

Zulkarnain juga menilai bahwa laporan masyarakat tersebut harus disortir. "Sebagai bandingan, laporan masyarakat harus kita sortir, kita lihat benar tidak si pelapor ini? Integritas si pelapor bisa dipertanggungjawabkan tidak? Ada konflik kepentingan tidak pelapor ini? Isi laporannya bagaimana? Jadi tidak sesederhana itu kita menindaklanjuti laporan," tandas dia.

Di KPK, menurut Zulkarnain, pelaporan masyarakat dibagi menjadi 22 kelompok. "Menyangkut APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pelayanan publik, aset negara dan daerah, menyangkut LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), suap-menyuap, kelautan, pertambangan, dan lain-lain. Itu yang kita kemas sedemikian rupa," katanya.

Sedangkan Johan Budi menanggapi santai atas pelaporan dirinya tersebut. "Itu haknya dia, adalah hak warga negara melaporkan siapa saja. Tapi publik juga akan melihat sendiri ada apa di balik pelaporan peristiwa yang berlangsung tujuh tahun lalu itu, dan sudah `clear` melalui pembentukan komite etik di KPK, dan saya dinyatakan `clear`," kata dia.

Johan yakin bahwa Bareskrim Polri akan jernih dalam meneliti dengan cermat laporan tersebut.

Bambang Widjojanto sudah menjadi tersangka kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 berdasarkan laporan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugianto Sabran pada 19 Januari 2015.

Selanjutnya Abraham Samad dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide karena diduga bertemu dengan pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, yaitu petinggi partai PDI-P.

Abraham juga dilaporkan perempuan Feriyani Lim pada 2 Februari 2015 dengan tuduhan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan Abraham Samad karena memalsukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari suatu daerah ke Makassar, Sulawesi Selatan pada 2007.

Kemudian Abraham kembali dilaporkan LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) terkait kepemilikan senjata api yang surat izinnya sudah mati pemberian Komjen Pol Suhardi Alius.

Selanjutnya komisioner KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan pada 24 Januari 2015 oleh ahli waris pemilik PT Deasy Timber, karena diduga memalsukan surat akta perusahaan pada 2005 saat menjadi kuasa hukum perusahaan yang bergerak dalam bidang hak pengelolaan hutan (HPH) itu.

Sedangkan pada 28 Januari Zulkarnain dilaporkan Aliansi Masyarakat Jawa Timur karena diduga menerima uang dan gratifikasi berupa mobil saat menangani tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) pada 2008 yang menjadikan 186 orang sebagai tersangka.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024