Sosiolog: pemerintah harus peka bibit radikalisme

id radikalisme, ISIS

Sosiolog: pemerintah harus peka bibit  radikalisme

Tolak Radikalisme YOGYAKARTA - Sejumlah pelajar yang tergabung dalam Pelajar NU DIY melakukan aksi di Jl. Trikora, Yogyakarta, Jumat (28/12). Dalam aksinya mereka mengajak kepada seluruh pelajar dari seluruh kelompok dan kalangan di Indonesia untuk k

Yogyakarta (Antara Jogja) - Pemerintah harus lebih peka dengan bibit radikalisme untuk mengantisipasi munculnya gerakan serta paham yang diusung Negara Islam Irak dan Suriah, kata seorang sosiolog.

"Pemerintah harus lebih tegas dan peka terhadap penanaman bibit radikalisme di kalangan masyarakat khususnya remaja," kata Sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Zuly Qodir di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memiliki prinsip yang bertentangan dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga berbagai gerakan yang menyerupai paham itu seharusnya ditindak tegas.

Namun sayangnya, ia mengatakan, pada kenyataanya masih ada kelompok yang selama ini jelas menyatakan tidak mendukung bahkan menolak Pancasila sebagai dasar negara tetap dibiarkan ada di Indonesia.

"Apalagi hal itu juga mulai menyusup dalam pemahaman keagamaan remaja maupun mahasiswa," kata dia.

Selain itu, hal lain yang dapat mendorong gerakan radikalisme berani bertahan di Indonesia antara lain disebabkan masih kurangnya ketegasan aparat Kepolisian dalam menindak kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Dia menilai selama ini banyak aksi kekerasan di tengah-tengah masyarakat yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal belum secara tegas ditangani oleh aparat keamanan.

"Sikap demikian justru bisa semakin menyuburkan paham-paham radikal," kata dia.

Sementara itu peneliti Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Iqbal Ahnaf mengatakan untuk mereduksi penyebaran paham radikalisme yang mengarah pada kekerasan berbasis agama dapat ditempuh dengan memaksimalkan fungsi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

FKUB, menurut dia, dapat menjadi mediator dengan menyelenggarakan secara rutin dialog antaragam.

Forum dialog tersebut, kata dia, akan efektif membentuk pemikiran moderat bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan beragama.

Ia menyebutkan hingga saat ini telah terbentuk lebih dari 500 FKUB di kabupaten/kota di wilayah Indonesia. "Namun, forum tersebut belum secara keseluruhan berpengaruh dan efektif mengurangi gesekan antarumat beragama," kata dia.

(T.L007)
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024