Ada harapan baru dari peringatan KAA ke-60

id kaa ke-60

Ada harapan baru dari peringatan KAA ke-60

Gedung Merdeka Bandung, tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika yang pertama (Foto Istimewa)

Yogyakarta, 10/4 (Antara) - Ada harapan baru dari peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-60 yang akan berlangsung di Bandung dan Jakarta pada April 2015, yakni memperkuat solidaritas negara-negara di Benua Asia dan Afrika dalam memerangi konflik dan kemiskinan.

Itu harapan yang pernah disampaikan Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, terkait dengan peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 yang dijadwalkan berlangsung di Bandung dan Jakarta, 19-24 April.

"Akan menjadi harapan baru menyatukan negara-negara Asia-Afrika dalam rangka menekan kemiskinan, konflik, perang, serta kejahatan transnasional," kata Retno dalam seminar nasional `Bandung Conference and Beyond 2015` di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, 8 April lalu.

Ia berharap peringatan KAA ke-60 nanti mampu membentuk forum diskusi untuk memperkuat kemitraan antarnegara, baik dalam aspek politik, sosial budaya, maupun ekonomi.

Berbagai poin hasil diskusi dalam forum itu, kata dia, selanjutnya perlu direalisasikan melalui penguatan kerja sama yang nyata antarnegara kedua kawasan.

Seperti negara-negara lainnya, menurut dia, Indonesia tidak dapat melangkah sendiri untuk memerangi berbagai problem nasional maupun transnasional yang ada. Dengan memperkuat kemitraan dengan negara-negara Asia-Afrika, Retno menilai justru Indonesia semakin mampu memberikan sumbangannya bagi dunia.

Retno menilai 10 prinsip hasil KAA Bandung pada 1955 atau yang jamak dikenal sebagai Dasasila Bandung, yang salah satunya mencakup penghormatan kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa, masih relevan untuk kembali digelorakan di antara negara-negara Asia-Afrika dalam peringatan KAA di Bandung dan Jakarta tahun ini.
"Saya kira 10 prinsip itu masih relevan sampai sekarang," katanya.



                        Murni Indonesia

Dalam kesempatan yang sama, pengamat hubungan internasional dari American University Amitav Acharya mengatakan gagasan penyelenggaraan Konferensi Bandung pada 60 tahun lalu murni dari Indonesia selaku tuan rumah.

Namun, ia menilai, pertemuan tersebut juga turut disokong oleh empat negara lainnya, yakni India, Pakistan, Srilanka, dan Burma (sekarang Myanmar). "Ini murni ide dari Indonesia, tidak akan berjalan tanpa dukungan negara-negara ini," katanya.

Amitav mengatakan ada 29 negara yang mengikuti Konferensi Bandung saat itu. Pertemuan tersebut awalnya akan digagalkan oleh Amerika Serikat dan Inggris, karena kekhawatiran akan ancaman meluasnya pengaruh paham komunis, dan hilangnya negara jajahan Inggris, karena tuntutan untuk merdeka. "Ada ketakutan dan propaganda yang dilakukan Inggris serta Amerika," kata dia.

Sementara itu, seorang pengamat hukum internasional dari Yogyakarta, Jawahir Thontowi mengatakan Presiden Joko Widodo perlu memanfaatkan momentum peringatan KAA ke-60 di Bandung untuk menyuarakan penghentian konflik di negara-negara Timur Tengah.

"Presiden harus punya argumentasi serta sikap tegas mendorong penghentian konflik di Timur Tengah, dan yang paling strategis ya melalui momentum itu," kata pakar dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, Rabu (8/4) lalu.



                               Cukup Jelas

Menurut dia, suara Indonesia masih cukup didengar, selain sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar sekaligus tuan rumah peringatan KAA ke-60, juga dikenal berulang kali mampu menengahi konflik antarnegara.

"Apalagi Indonesia memiliki panggung internasional cukup lama dalam memediasi konflik, mulai zaman Presiden Soekarno hingga SBY," katanya.

Jawahir mengakui konflik yang terjadi di Timur-Tengah memang tidak mudah diselesaikan, karena dipicu berbagai persoalan yang kompleks, yang meliputi politik, ekonomi, dan ideologi. Apalagi negara-negara di kawasan tersebut dikenal memiliki kultur politik yang keras, dan tidak mudah ditaklukkan.

Sebagai negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menyuarakan perdamaian di negara-negara Islam seperti Suriah, Irak, Yaman, dan Tunisia.

"Paling tidak bisa menjadi inisiator dengan mengajak negara-negara anggota OKI lainnya untuk memediasi konflik itu," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, dalam menyikapi konflik tersebut, Indonesia juga diharapkan tidak terjebak berpihak pada salah satu negara yang bertikai. Sebab, negara-negara yang terlibat di dalamnya sama-sama memiliki hubungan dengan Indonesia. "Misalnya jika Indonesia berpihak pada Yaman, maka akan berhadapan dengan Iran, dan kemungkinan Amerika Serikat, setelah keduanya hampir mencapai kesepakatan soal nuklir," kata Jawahir.



Kurang kampanye

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio berpendapat pemerintah dinilai kurang aktif dalam rangka mengkampanyekan tentang tujuan peringatan KAA 2015 yang digelar pada bulan April.

"Masyarakat saya rasa banyak yang tidak tahu tentang tujuan digelarnya peringatan KAA ini terhadap peran dan fungsi Indonesia," kata Hendro Satrio di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan seharusnya tujuan peringatan KAA ke-60 disebarluaskan kepada masyarakat Indonesia. Sebab, rakyat perlu mengetahui perkembangan negaranya dibandingkan dengan negara lain.

"Jika tujuan baik, rakyat pasti juga akan mendukung program-program yang telah dipersiapkan," ujarnya.

Hendri membandingkan, peringatan KAA ke-50 dinilai cukup baik, karena selain momentum peringatan usia setengah abad KAA, ketika itu juga mengkampanyekan program infrastruktur Indonesia.

"Waktu peringatan KAA ke-50, pemerintah sedang ada pembangunan infrastruktur seperti tol, sehingga bisa mengonsep dengan jelas tujuan dan maksud penyelenggaraan peringatan KAA, selain 50 termasuk angka `cantik`," ujarnya.

Perayaan peringatan KAA ia nilai akan meriah hanya di kota tempat penyelenggaraan saja, namun, esensi dari acara tersebut kurang dipahami masyarakat.

"Maka, negara ini memang memerlukan tim juru bicara yang mampu mengemas pesan-pesan yang disampaikan agar lebih dipahami masyarakat luas, termasuk Presiden sendiri," kata Hendri.

Menurut dia, peringatan KAA akan dinilai mempunyai dampak penting, apabila Indonesia bisa memainkan perannya dengan baik selama penyelenggaraan acara tersebut, sebab pada momen itu banyak tokoh pengambil keputusan dari setiap negara hadir.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan 16 kepala negara-pemerintahan mengajukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo pada penyelenggaraan KAA ke-60 di Jakarta, 22-23 April.

Arrmanatha Nasir dalam konferensi pers di Ruang Palapa Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Jumat, mengatakan sebetulnya ada 18 kepala negara-pemerintahan yang telah mengajukan permohonan pertemuan bilateral, namun baru 16 yang telah terkonfirmasi.

Keenam belas negara yang kepala negara-pemerintahannya mengajukan pertemuan bilateral dengan Presiden Jokowi adalah Tiongkok, Myanmar, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Iran, Palestina, Afrika Selatan, Zimbabwe, Mesir, Nepal, Jordania, Swaziland, Jepang, dan Seychelles.

"Permohonan para kepala negara-pemerintahan tersebut akan disesuaikan dengan kecocokan waktu antara Presiden Jokowi dan mereka, jadi bukan masalah `approved` (diterima) atau tidak," kata Arrmanatha.

Sebagai tuan rumah, Indonesia akan menyediakan sekitar 12 ruangan khusus di Balai Sidang Jakarta (JCC) yang difungsikan untuk pertemuan bilateral antara negara-negara peserta KAA.

Jubir Kemlu ini juga menyampaikan bahwa Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma akan hadir lebih awal pada 21 April untuk melakukan kunjungan kenegaraan dan memberikan pidato kunci dalam Pertemuan Bisnis Asia Afrika (Asia-Africa Business Summitt).

Secara keseluruhan, hingga saat ini Kemlu telah menerima konfirmasi kehadiran dari 57 delegasi negara di Asia-Afrika untuk ikut serta dalam rangkaian acara peringatan KAA ke-60 di Jakarta pada 19-24 April.

Di kawasan ASEAN, Arrmanatha menyebutkan masih ada dua negara yang masih belum memberikan konfirmasi bahwa kepala negara- pemerintahan mereka akan hadir dalam peringatan KAA, salah satunya adalah Thailand, sementara Filipina telah menyatakan tidak hadir.

"Alasan yang saya dengar karena akan ada kunjungan penting di Filipina, tapi ini masih harus dikonfirmasi lagi," katanya.

Rangkaian acara KAA ke-60 akan diawali dengan pertemuan pejabat tinggi (SOM) pada 19 April, pertemuan pejabat setingkat menteri pada 20 April, dan pertemuan bisnis Asia-Afrika pada 21 April.

Pada puncak peringatan KAA ke-60 di Bandung, 24 April, para pemimpin negara dari Asia-Afrika akan melakukan napak tilas KAA 1955 dengan berjalan kaki dari Hotel Savoy-Homan, ke Gedung Asia-Afrika, dan Alun-alun Kota Bandung.



                              Dongkrak Pariwisata

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika yang berlangsung di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April 2015 menjadi momen penting untuk mendongkrak kinerja sektor pariwisata Indonesia.

Arief Yahya di Jakarta, Jumat, mengatakan dua kegiatan utama dalam peringatan 60 tahun KAA yakni sebagai "core events" antara lain pertemuan tingkat pejabat senior atau "senior official meeting" (SOM), serta "ministerial meeting" dan "leaders meeting" akan menjadi momen penting bagi pariwisata Indonesia, karena pada kesempatan itu Indonesia akan menjadi sorotan dunia.

"Pada pertemuan SOM sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan antara lain RRT, Pakistan, Bangladesh, Kamboja, Malaysia serta sekitar 80 utusan dari negara peserta akan menghadiri konferensi ini," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan membuka dan menyampaikan pidato pada pembukaan peringatan KAA ke-60.

Menurut Arief, peringatan KAA ke-60 akan menjadi momentum untuk memperkokoh peran Indonesia dalam percaturan politik dunia. Terutama, kata dia, dalam hal penguatan kerja sama dan kontribusi terhadap komitmen untuk perdamaian dan kesejahteraan dunia, sebagaimana tercantum dalam Preambule UUD 45.

"Kami sekaligus mengemas berbagai event untuk promosi pariwisata, keunikan budaya, dan ekonomi kreatif agar momen peringatan KAA ke-60 makin membumi," ujar Menpar Arief Yahya, yang juga Kabid Side Event Peringatan KAA 2015 itu.

Lebih dari 1.000 media, baik dari dalam maupun luar negeri meliput acara yang legendaris bagi sejarah Indonesia ini.

Sampai sekarang sudah ada 25 negara yang memastikan akan mengirimkan delegasi ke Jakarta dan Bandung, di antaranya Tiongkok, Korsel, Jepang, Thailand, Iran, AS, Afrika Selatan, India, Afganistan, Srilanka, Turki, Pakistan, Zimbabwe, Cuba, Italia, Bangladesh, Filipina, Kamboja, Mianmar, Nigeria, Prancis, Lebanon, Jordania dan Palestina.

Selain aktivitas MICE (meetings, incentives, converences, exhibitions), kata Arief, momen internasional ini juga sekaligus untuk menghidupkan sektor wisata, baik domestik maupun internasional.

Oleh karena itu, "side events"-nya dirancang agar kegiatan besar ini bisa dirasakan publik, yakni lebih menghibur, lebih berkesan, lebih banyak bersentuhan dengan publik, edukatif, dan mengingatkan fakta bersejarah KAA, serta peran internasional Indonesia, lengkap dengan makna dan inspirasinya.

"Dari berbagai `side events` itu, kami sertakan historis KAA, ke depan seperti apa, dan apa yang bisa diperankan publik untuk menyambutnya dengan optimisme," ujar Arief Yahya.

Menteri Pariwisata berpendapat, bagi awam, yang tidak banyak mengerti arti sejarah dan detail KAA, mereka harus disentuh dengan aneka event yang memikat pada 19-24 April 2015.

Oleh karena itu, lanjut Arief Yahya, mulai 19 April 2015 sudah akan ada performance SLANK Prosperity and Piece without Drugs di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Kemudian Senior Officer Meeting di Jakarta.

Selain itu, ada pameran kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), pameran Indonesia Heritage Exhibition, pameran koleksi dokumentasi KAA, yang seluruhnya digelar di JCC, Senayan.

Di Bandung sendiri, pada 19 April akan ada Asia-Afrika Solidarity Walk.

Pada 20 April acara akan dilanjutkan dengan Ministrial Meeting di Jakarta dan New Asia Africa Youth Conference. Kemudian pada 21 April ada Asia Africa Business Summit (AABS) bersama Kadin, Working Lunch Small Island Developing States (SIDS) dengan Kemenko Maritim, keduanya di JCC Jakarta.

Sedangkan di Bandung ada Solidarity Day a Tribute to Soekarno and Mandela, yang diramaikan pula dengan Mural Festival di Bandung. "Melukis dinding ruang publik oleh seniman mural, dan masyarakat Bandung juga ikut partisipasi melukis di kompleksnya sendiri-sendiri," kata Arief Yahya.

Pada 22 April acara dilanjutkan dengan Leader Meeting di Jakarta, Asia Africa Meet and Great dan Photography Exhibition Bandung 1955 di Bandung. Selanjutnya pada 23 April di JCC ada Parliamentery Conference on the 60th Commemoration of the Asian African Conference dan Famtrip Social Media Stars di Bandung.

"Kami rancang gathering pegiat media social keliling objek wisata di Bandung dan sekitarnya. Biarkan mereka ikut mempromosikan wisata Indonesia," ujar menpar.

Mereka yang akan turut serta di antaranya Michael Turtle (Time Travel Turtle-Australia), Juno Kim (Runaway Juno-Korea Selatan), Eunice Khong (Travelfolio-Singapore), Bowo Hartanto (Travel Junkie Indonesia), dan Anton Diaz (Our Awesome Planet-Filipina).

Dari 18-26 April, blogger dari negara pasar pariwisata Indonesia itu sudah mulai berkeliling dan mengupload foto-foto Indonesia. "Kami juga mengundang pegiat instagram, untuk photo contest, melalui gambar/foto dengan kategori alam, arsitektur/bangunan, masyarakat, budaya, dengan target peserta 300 instagramers minimal 10 ribu follower, dengan syarat fotonya harus ada stampel wonderful Indonesia. Gambar dengan like terbanyak akan di ekspose," kata dia.

Side event lainnya yakni pentas 20.000 angklung yang mencetak guiness world of the record, Festival of Nations di sepanjang jalan Dago, Bandung, dan beberapa kegiatan yang lain.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024