Anak korban kekerasan cenderung meningkat

id kekerasan

Anak korban kekerasan cenderung meningkat

Ilustrasi (Foto 108csr.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Korban tindak kekerasan yang mengadu ke Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Kota Yogyakarta tidak lagi didominasi oleh kaum perempuan tetapi dari anak-anak baik sebagai pelaku maupun korban cenderung meningkat pada 2015.

"Jika sebelumnya aduan lebih banyak didominasi oleh perempuan atau anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, maka tahun ini terjadi pergeseran. Anak-anak sebagai pelaku dan korban kekerasan mengalami peningkatan," kata Koordinator Unit Pelaksana Teknis Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender Kota Yogyakarta Anik Setyawati Saputri di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, pergeseran tersebut disebabkan berbagai faktor terutama pesatnya perkembangan teknologi informasi dan internet yang tidak diimbangi penguatan atau pendampingan kepada anak-anak sehingga anak-anak cenderung meniru berbagai hal yang dilihatnya saat menerima informasi.

"Bisa saja dari tontonan, `game` bahkan dari media sosial seperti `faceboo`k. Pernah ada aduan yang masuk terkait penipuan yang dialami anak-anak dari `facebook` setelah ia berkenalan dengan seseorang melalui media sosial itu," katanya.

Orang tua, lanjut dia, memiliki peran penting guna mencegah semakin meningkatnya tindak kekerasan yang dilakukan atau dialami oleh anak-anak dengan terus memberikan pengawasan dan perhatian, khususnya saat anak-anak mereka mengakses internet.

"Saat ini, sudah sangat mudah mengakses internet. Hanya berbekal telepon seluler saja, anak-anak sudah bisa mengakses internet. Sayangnya, orang tua seringkali kalah canggih dibanding anak-anak mereka sehingga pengawasan sulit dilakukan," katanya.

Berdasarkan data yang diterima Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender, jumlah kasus kekerasan yang ditangani sepanjang 2014 mencapai sekitar 600 kasus baik kasus kekerasan terhadap perempuan, anak-anak maupun kekerasan yang dialami kaum laki-laki. Dari total kasus tersebut, sekitar 50 di antaranya adalah kasus kekerasan yang dialami laki-laki.

Putri mengatakan, jumlah kasus di Kota Yogyakarta sepanjang 2014 tergolong cukup banyak, namun hal tersebut menjadi indikasi bahwa kaum perempuan sudah menyadari hak dan memiliki keberanian untuk menyampaikannya secara terbuka.

"Tidak semua kasus yang masuk ditangani secara hukum. Metode penanganannya disesuaikan dengan permintaan pelapor. Tidak jarang pelapor ini hanya minta mediasi," katanya.

Meskipun demikian, lanjut dia, jika kasus tersebut harus diselesaikan secara hukum, maka Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender Kota Yogyakarta siap memberikan pendampingan. Pemerintah Kota Yogyakarta bahkan menyiapkan anggaran untuk membayar biaya perkara di pengadilan.

Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender tersebut juga telah berada di seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta untuk memudahkan masyarakat mengaksesnya.

"Kami juga rutin melakukan sosialisasi kepada rumah sakit, tokoh masyarakat dan kepolisian mengenai penanganan kekerasan. Misalnya saja untuk penanganan korban kekerasan saat di rumah sakit karena mereka membutuhkan penanganan khusus," katanya.

(E013)



Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024