Investor resor Watu Kodok diminta menjalin komunikasi

id pantai gunung kidul

Investor resor Watu Kodok diminta menjalin komunikasi

Ilustrasi Pantai di Gunung Kidul (foto ANTARA/Wahyu Putro)

Gunung Kidul (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengharapkan investor yang membangun resor di lokasi wisata Pantai Watu Kodok, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, menjalin komunikasi dengan masyarakat setempat untuk mencegah konflik.

"Kami akan melakukan mediasi terkait permintaan investor yang akan membangun resor agar pedagang di sekitar pantai membongkar lapak karena mereka akan segera membangun sebuah resor," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Gunung Kidul Tommy Harahap di Gunung Kidul, Kamis.

Ia mengatakan pada tahap awal pihaknya mengecek keaslian surat kekancingan untuk pengelolaan Sultan Ground. Surat tersebut memang asli maka pihaknya meminta pengertian masyarakat.

"Kami meminta pengertiannya karena surat tersebut memang asli," katanya.

Menurut dia, warga sudah mengetahui mengenai kekancingan yang dimiliki investor tersebut. Bahkan beberapa tahun sebelumnya, warga sekitar siap pindah jika ada pemegang kekancingan akan melakukan pengelolaan.

"Dulu pada tahun 2012 atau tahun 2013 baru ada tiga warung, tapi sekarang bertambah banyak," katanya.

Seorang warga yang memiliki lapak di Watu Kodok, Ngatimin mengatakan pihaknya dipaksa keluar dari wilayah Sultan Ground (SG) seluas enam hektare.

"Kami tidak boleh memanfaatkan SG, investor dari Jakarta melalui pengacaranya meminta kami untuk meninggalkan lokasi berjualan," kata dia.

Ia mengakui sebanyak 95 pedagang di Watu Kodok tidak memiliki surat kekancingan. Namun dia berharap investor bersedia menyediakan lokasi berdagang. "Harusnya pemkab dan investor itu mengerti bagaimana kami menjadikan Watu Kodok menjadi pantai yang dikenal," kata Ngatimin.

Ngatimin mengatakan pihaknya sudah dipertemukan dengan investor oleh pemkab, namun tidak ada mediasi hanya berupa pemberitahuan untuk segera meninggalkan tanah SG karena pemilik surat kekancingan akan segera membangun resor.

"Kami memilih bertahan hingga saat ini," katanya.

Ia berharap adanya lokasi lahan yang disediakan bagi masyarakat sekitar untuk mengais rezeki. "Kami berharap ada kebijakan. Surat yang ditandatangani kepala desa menyebutkan lahan yang dikontrak investor itu hanya dua hektare. Namun mereka (investor) meminta enam hektare dimanfaatkan semua," katanya.***1***

(KR-STR)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024