Bantul bentuk 10 desa tangguh bencana

id Desa tangguh bencana

Bantul bentuk 10 desa tangguh bencana

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY dan Kabupaten Gunung Kidul menggelar gladi penanggulangan bencana alam gempa bumi berpotensi tsunami di Pantai Baron, yang diikuti oleh warga sekitar pantai dan pengunjung, Minggu (7/10) (Foto ANTARA/M

Bantul (Antara Jogja) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga saat ini telah membentuk sepuluh desa tangguh bencana untuk meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

"Saat ini sudah terbentuk 10 desa tangguh bencana di Bantul, pembentukan desa tangguh bencana akan terus diupayakan," kata Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto disela Apel Siaga dalam rangka peringatan refleksi sembilan tahun gempa bumi 2006 di Lapangan Paseban Bantul, Rabu.

Menurut dia, sepuluh desa tangguh bencana tersebut, enam desa diantaranya di wilayah pesisir selatan Bantul yakni Desa Parangtritis, Donotirto, Tirtohargo Kecamatan Kretek, kemudian Desa Srigading, Gadingsari Kecamatan Sanden dan Desa Poncosari Srigading.

"Pembentukan desa tangguh bencana di wilayah pesisir ini untuk mengantisipasi dan menyiapkan masyarakatnya dalam menghadapi bencana tsunami akibat gempa," katanya.

Sedangkan empat desa lainnya, lanjut dia terdapat di empat kecamatan Bantul yakni Desa Wonolelo Kecamatan Pleret, Desa Mulyodadi Kecamatan Bambanglipuro, Desa Mangunan Kecamatan Dlingo dan Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan.

"Pembentukan empat desa tangguh bencana ini karena beberapa pertimbangan, seperti daerahnya rawan terjadi longsor dan banjir. Setiap tahun ada penambahan dua hingga empat desa tangguh bencana," kata Dwi Daryanto.

Menurut dia, pembentukan desa tangguh bencana di Bantul terus diupayakan setiap tahun secara bertahap, bahkan pihaknya menargetkan seluruh desa di Bantul yang berjumlah 75 desa bisa menjadi desa tangguh bencana.

Sementara itu, dalam Apel Siaga memperingati sembilan tahun gempa bumi tektonik 5,9 skala richter yang menguncang DIY-Jateng pada 27 Mei 2006 itu diikuti berbagai komunitas siaga bencana yang ada di kabupaten yang terkena dampak cukup parah akibat bencana itu.

Komunitas itu di antaranya Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) dari 15 desa di Bantul, SAR (pencarian dan penyelamatan) Bantul, Taruna siaga bencana (Tagana), palang merah indonesia (PMI), Pemadam Kebakaran serta Badan SAR Nasional (Basarnas).

"Kegiatan ini merupakan bentuk kesiapsiagaan teman-teman dalam menghadapi bencana, sebab bencana tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi setiap saat, sehingga mereka harus selalu waspada," kata Dwi Daryanto.

Sementara itu usai Apel Siaga ditampilkan simulasi bencana gempa, seperti kepanikan sejumlah warga saat gempa itu terjadi, kemudian juga diperagakan datangnya bantuan dan pertolongan sebagai bentuk kesiagaan dalam menghadapi bencana.

(KR-HRI)