Komisi Yudisial Sedang Sial

id komisi yudisial sedang

Komisi Yudisial Sedang Sial

Komisi Yudisial (Foto Istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Komisi Yudisial sedang sial karena ketuanya, Suparman Marzuki, dan Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri ditetapkan sebagai tersangka dugaan penistaan terhadap Hakim Sarpin Rizaldi oleh Polri.

Sarpin melaporkan Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Sauri ke Badan Reserse Krimininal (Bareskrim) Polri pada tanggal 30 Maret 2015.

Ia menganggap keduanya telah mencemarkan nama baiknya terkait dengan putusan praperadilan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. Hakim Sarpin menjadi pihak yang mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Pol. Budi Gunawan saat ditetapkan sebagai tersangka dugaan rekening gendut oleh KPK.

Pro dan kontra atas kasus itu kemudian bermunculan, salah satunya dari kalangan akademisi dan aktivis antikorupsi di Yogyakarta yang menolak penetapan pimpinan KY sebagai tersangka pencemaran nama baik.

Mereka bersikap menolak karena tindakan Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Sauri dinilai dalam kapasitasnya sebagai ketua dan anggota lembaga negara. "Tindakan tersebut dilakukan semata karena tugas dan wewenang yang diberikan konstitusi yang didasari data yang dimiliki lembaga negara itu," kata salah seorang akademisi Eko Riyadi di Yogyakarta, Selasa (14/7).

Elemen akademisi dan aktivis antikorupsi Yogyakarta itu, antara lain Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Dekan Fakultas Hukum UII, Dekan Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.

Kemudian, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UII, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Forum LSM DIY, dan Indonesia Court Monitoring (ICM) Yogyakarta.

Selain itu, Yayasan Satunama, Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Masyarakat Transparansi Bantul (MTB), dan Parlemen Watch Jogja.

Eko Riyadi yang juga Direktur Pusham UII mengatakan bahwa penetapan Ketua KY Suparman Marzuki dan Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Taufiqurrohman Syahuri sebagai tersangka juga terkesan kuat sebagai bentuk pengkerdilan KY.

"Penetapan itu dilakukan sesaat setelah KY merekomendasikan penjatuhan sanksi berupa nonpalu selama enam bulan kepada Sarpin Rizaldi. Sebelumnya, Suparman dan Taufiqurrahman diposisikan sebagai saksi, dan tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka setelah merekomendasikan sanksi," katanya.

Menurut dia, penetapan pimpinan KY sebagai tersangka merupakan cerminan buruk penegakan hukum, pendidikan konstitusi yang amburadul, dan tidak mencerahkan bagi kepentingan bangsa.

Tindakan tersebut, kata dia, jelas mencederai amanah pembukaan konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

"Negara hukum yang dimandatkan konstitusi juga semata-mata untuk menjamin kepentingan dan kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan segelintir orang yang dengan leluasa memanfaatkan hukum untuk kepentingannya sendiri," katanya.

Oleh karena itu, akademisi dan aktivis antikorupsi di Yogyakarta menuntut agar penegakan hukum tidak dijalankan secara sewenang-wenang dan serampangan. Penegakan hukum harus dijalankan secara bermartabat, memegang teguh semangat untuk menyejahterakan rakyat, dan antikorupsi.



                                                            Dilindungi Undang-Undang

Sementara itu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik langkah Bareskrim Mabes Polri yang menetapkan kedua Komisioner KY itu menjadi tersangka dugaan penistaan terhadap hakim Sarpin Rizaldi.

"Pernyataan kedua pejabat negara dalam mengkritik putusan praperadilan yang kontroversial tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang dilontarkan dalam kapasitas sebagai pejabat negara yang dilindungi undang-undang, dan tidak bisa dikatakan memiliki sifat penghinaan," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono di Jakarta, Senin (13/7).

Oleh karena itu, ICJR juga menuntut Mahkamah Agung meminta Hakim Sarpin Rizaldi untuk menarik laporannya dari kepolisian. Supriyadi menegaskan bahwa jika Mahkamah Agung (MA) tidak meminta agar hakim Sarpin Rizaldi menarik laporannya, MA akan menutup pintu masyarakat untuk mengkritik putusan-putusan MA, dan hal ini berlawanan dengan semangat keterbukaan yang selama ini dipromosikan MA.

Ia menegaskan bahwa putusan pengadilan bukanlah milik hakim, baik secara personal maupun kelembagaan, saat putusan tersebut sudah diputuskan. Setiap putusan pengadilan adalah milik masyarakat sehingga masyarakat berhak mengomentari, melakukan eksaminasi, ataupun menjadikan putusan tersebut sebagai bahan penelitian setiap orang.

Pihaknya jhuga mendesak agar Bareskrim Polri menghentikan kasus tersebut karena sebuah kritik termasuk kritik yang paling keras terhadap putusan pengadilan/hakim adalah suatu kewajaran, dan merupakan hal yang baik karena akan mendorong putusan pengadilan lebih akuntabel serta terbuka terhadap masyarakat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Said Aqil Siradj menilai penetapan status tersangka pada dua komisioner KY atas pencemaran nama baik hakim Sarpin Rizaldi terburu-buru. "Itu perlu dibuktikan, tetapi agak terburu-buru polisi, langsung dijadikan tersangka," katanya saat di Jombang, Jawa Timur, Senin (13/7).

Ia mengatakan b ahwa penetapan status tersangka tersebut justru menimbulkan kesan negatif. Terkesan polisi berseberangan dengan lembaga hukum lainnya. Padahal, sesama institusi hukum seharusnya tidak berbuat demikian, terburu-buru menetapkan status tersangka.

Said Aqil Siradj berharap sebagai lembaga penegak hukum harus menyadari fungsi dan amanat yang diemban, dan jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap lembaga lainnya. "Mudah-mudahan kondisi ini segera berakhir," kata dia.



                                                                 Polri Harus Membuktikan

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas mengatakan kepolisian harus membuktikan penetapan anggota KY Taufiqurrahman Syahuri dan Ketua KY Suparman Marzuki sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik, bukan karena kisruh praperadilan Komjen Pol. Budi Gunawan.

"Mudah-mudahan lembaga kepolisian dapat membuktikan hal ini, bukan tindakan kriminalisasi terkait dengan BG (Komjen Pol. Budi Gunawan). Pembuktian ini sebagai bentuk kredibilitas kepolisian yang sedang ditunggu publik," kata Hafid saat dihubungi Antara dari Jakarta, Senin (13/7).

Hafid yang saat dihubungi sedang berada di Makassar mengatakan, "Dengan penetapan ini, publik jangan dikecewakan dengan adanya kesalahan dalam kasus itu karena publik belum sepenuhnya sembuh dari kekisruhan Budi Gunawan yang lalu."

Kalau ada kesalahan dengan kasus tersebut, menurut dia, penyembuhan kepercayaan publik terhadap polisi bisa lebih lama. Namun, jika polisi dapat bersikap profesional, kepercayaan publik akan pulih dalam waktu lebih cepat.

Ia menginginkan seharusnya antarlembaga hukum saling bahu-membahu dan memperkuat untuk menunjukkan demokrasi yang stabil di negeri ini.

Menurut dia, seluruh lembaga hukum di Indonesia harus memelihara keterbukaan yang kini mulai meredup, ketulusan hati dalam melayani masyarakat, dan rasa bertanggung jawab. "Keterbukaan antarlembaga kini kian meredup, padahal ruh dari keterbukaan itu adalah perekat emosi sosial. Jika keterbukaan tidak ada, bisa terjadi ketegangan sosial," ujarnya.

Jika ingin melayani bangsa dengan baik, menurut dia, harus mulai menerapkan ruh demokrasi tersebut, semua pihak harus memiliki rasa bertanggung jawab guna melakukan kebaikan dengan siapa pun.

"Jika semua langkah ini dilakukan, kita akan maju. Namun, jika tidak, Indonesia akan mundur. Sebaiknya semua lembaga hukum menjalin kerja sama, antara Kepolisian, KPK, Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan lainnya. Jika hanya mempertajam kepentingan institusi sendiri, sesungguhnya Indonesia mengalami kemunduran," katanya.

Kabareskrim Polri Komjen Pol. Budi Waseso mengatakan bahwa Ketua KY Suparman Marzuki dan anggotanya, Taufiqurrohman Syahuri, telah ditetapkan sebagai tersangka. Rencananya Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri segera memeriksa kedua tersangka itu.

Namun, Taufiqurrohman Syahuri mengatakan bahwa pihaknya sudah meminta Bareskrim Polri untuk menjadwal ulang pemeriksaan terhadap dirinya dan Suparman Marzuki.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024