Ekonomi petani-hutan Sikka bertambah melalui program HKM

id ekonomi petani-hutan sikka

Ekonomi petani-hutan Sikka bertambah melalui program HKM

Wilayah Kabupaten Sikka (Foto Istimewa)

Maumere, NTT (Antara Jogja) - Tambahan penghasilan ekonomi dirasakan petani-hutan di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, setelah ditetapkannya program hutan kemasyarakatan di daerah itu.

Pengakuan itu disampaikan petani-hutan dan aparat desa yang ditemui Antara yang menelusuri HKM bersama Kemitraan dan lembaga pendamping Samanta serta Yayasan Kasih Mandiri Flores-Lembata (Sandiflorata) di Desa Hikong, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, sejak Rabu (19/8) hingga Kamis.

"Sejak program HKM ini ditetapkan pemerintah, jelas dirasakan masyarakat petani-hutan di Hikong ada tambahan ekonomi yang diperoleh dari berbagai tanaman komoditas yang kita tanam," kata Bernardus Bakat, petani-hutan yang juga mantan Kepala Dusun Natalmude.

Dalam perbincangan bersama Project Officer Kemitraan untuk mendukung Kementerian LH dan Kehutanan Gladi Hardiyanto, Program Officer Samanta NTT Alosius Tao dan Direktur Sandiflorata Aku Sulu Samuel serta Sekretaris Desa (Sekdes) Hikong Herman P Tena, ia mengemukakan selain tambahan ekonomi, yang paling dirasakan adalah ketenangan mengelola hutan setelah status HKM ditetapkan pemerintah.

"Dulu, sebelum menjadi HKM mengolah lahan tidak tenang, dan selalu dalam suasana khawatir karena dianggap perambah," kata Bernardus.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pembinaan Perlindungan Hutan Kab Sikka B Herry Siswadi menjelaskan bahwa penetapan areal kerja HKM Hikong seluas 346,88 hektare ditetapkan Menhut pada 2012 dan dilanjutkan dengan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan (IUP) HKM oleh bupati setempat setelah diusulkan sejak 2010.

Selain Hikong, kata dia, penetapan HKM itu juga diberikan kepada dua desa lainnya yakni Leomada dan Tuabao.    
 
Bernardus menambahkan di area HKM telah ditanami berbagai komoditas seperti kemiri, kakao, pisang, selain jenis kayu-kayuan. "Bahkan, dari hasil ubi jalar juga memberikan tambahan penghasilan yang cepat," katanya.

Menurut petani-hutan lainnya, Markus Beda Tukan, dari ubi jalar yang ditanamnya sekurangnya bisa mendapatkan tambahan penghasilan Rp4 juta per tahun. "Kalau dijual di pasaran, 'satu tumpuk' Rp10 ribu," katanya.

    
                                                                         Biaya Sekolah
Petani-hutan lainnya Antonius Lado juga mengakui pasca-HKM hasil lahan yang diolahnya seluas 0,25 (seperempat hektare), di saat awal penggarapan dapat menghasilkan ubi jalar hingga mencapai Rp14 juta per tahun. "Dari hasil ubi jalar itu, bisa dapat membantu biaya untuk anak sekolah," katanya.

Sayangnya, pada tahun selanjutnya hasilnya kurang baik, yakni umbinya mengecil dan ada yang gagal panen.

"Saya juga heran kenapa umbinya jadi mengecil, mungkin kena virus saya belum tahu," katanya.

Atas kesaksian Antonius mengenai hasil ubi jalar yang menurun itu, baik Gladi Hardiyanto, Alosius Tao dan Aku Sulu Samuel memberikan saran dan masukan perlunya ada "intervensi program", baik dari pemerintah pusat dan daerah.

Di antaranya adalah program pemberdayaan masyarakat, termasuk adanya penyuluh kehutanan dan pertanian, dan juga pemberian bantuan sarana dan prasarana, seperti bibit unggul.

Selain itu, pihak legislatif, khususnya DPRD Sikka juga dapat lebih memperhatikan aspirasi para petani-hutan di area HKM dengan memberikan dukungan kepada Dinas Kehutanan setempat melalui alokasi anggaran yang memadai.

Legislator DPRD Sikka Fabianus Toa saat ditanya mengenai usulan tersebut menyatakan akan mencoba membantu mengomunikasikannya dengan sejawatnya yang membidangi komisi terkait kehutanan.

"Saya tetap pegang komitmen kuat untuk membantu program-program HKM di Sikka ini, karena dulu saya ikut memperjuangkannya," kata mantan pegiat LSM yang turut memperjuangkan HKM di Sikka itu.

(A035)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024