Peringatan Sri Sultan untuk hotel tidak berizin

id peringatan sri sultan

Peringatan Sri Sultan untuk hotel tidak berizin

Sri Sultan HB X (Foto Antara)

Jogja (Antara Jogja) - Ada belasan hotel di Kota Yogyakarta yang belum mengantongi izin tetapi sudah beroperasi. Ini disesalkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X.

Bahkan, orang nomer satu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu melontarkan peringatan agar perizinan segera diurus dan bila tidak akan ada sanksi dan tindakan tegas bagi yang melanggar ketentuan.

"Pelanggaran perizinan pendirian hotel di Kota Yogyakarta perlu ditindak tegas. Kalau memang tidak ada izin bangunannya, robohkan, selesai," kata Sultan di Yogyakarta, Kamis (20/8).

Berdasarkan data dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terdapat 18 hotel baru yang belum memiliki izin gangguan (HO), yang terdiri atas 14 hotel yang sudah beroperasi dan empat belum beroperasi.

Mengenai adanya pembangunan hotel tanpa izin, Sultan mengatakan akan segera membicarakannya dengan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. "Nanti saya akan bicarakan dengan wali kota, karena masalah itu wewenangnya kota," kata dia.

Sultan berharap pembangunan hotel di Kota Yogyakarta terkendali, sehingga tidak menjamur hingga ke kawasan permukiman penduduk. "Saya hanya bisa berharap tidak banyak hotel dibangun di sini. Di sini kan bukan Bali," katanya.

Sementara itu, Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY juga meminta Pemerintah Kota Yogyakarta segera mengambil tindakan tegas terhadap belasan hotel yang nekat beroperasi, padahal tidak mengantongi izin gangguan.

"Pemerintah kota tidak boleh membiarkan masalah ini terlalu lama. Jika dibiarkan, akan menimbulkan kecemburuan bagi hotel lainnya," kata Sekretaris PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono.

Ia mengatakan apabila ada hotel yang tidak memiliki izin gangguan (HO), namun nekat beroperasi, hotel tersebut bisa menekan harga, karena tidak memiliki tanda daftar usaha pariwisata (TDUP), sehingga belum memiliki kewajiban membayar pajak.

Menurut dia, persaingan usaha antarhotel di Kota Yogyakarta kini semakin ketat, dan berimbas pada persaingan harga kamar yang ditawarkan setiap hotel.

"Tentu hal seperti ini tidak baik jika dibiarkan terus menerus. Pemerintah perlu bertindak tegas, sehingga persaingan antarusaha perhotelan bisa lebih sehat. Kondisi seperti ini juga mengganggu investasi," katanya.

Deddy juga mengatakan pemerintah perlu mengumumkan nama hotel yang belum memiliki izin gangguan, namun nekat beroperasi.

Selain itu, kata dia, PHRI juga meminta Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memberikan imbal balik atas pajak yang sudah dibayarkan pengusaha hotel, yaitu dengan menggencarkan promosi pariwisata agar lebih banyak wisatawan yang datang.

"Akibat banyaknya hotel yang tumbuh di Yogyakarta, okupansi kamar menurun, meskipun jumlah wisatawan meningkat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari cara untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan ke Yogyakarta," katanya.

Deddy mengatakan saat ini terdapat 252 hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI DIY. Ia memastikan seluruh anggota PHRI tersebut sudah memiliki izin gangguan.

"Hotel dan restoran memang tidak wajib bergabung ke PHRI. Kami sebatas memberikan surat kepada hotel dan restoran untuk bergabung ke organisasi ini," katanya.

                                                                Akan Ditutup

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan akan melakukan kajian sebelum menetapkan batas waktu bagi hotel yang belum memiliki izin gangguan (HO) untuk menyelesaikan perizinannya.

"Kondisi di tiap hotel berbeda, sehingga kami harus merumuskan batas waktu yang tepat untuk mengurus izin. Jika sampai batas waktunya belum juga memenuhi ketentuan, maka akan kami tutup," katanya.

Secara terpisah, Kepala Bidang Pajak Daerah Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Tugiyarta mengatakan tidak ada potensi kehilangan pajak daerah jika hotel belum memiliki nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD), namun tetap beroperasi.

"Kami lihat bagaimana pembukuannya. Jika memang sudah beroperasi beberapa bulan terakhir, maka mereka tetap memiliki kewajiban untuk menyetorkan pajak yang tertunda itu," katanya.

Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mencatat setidaknya ada 18 hotel baru yang belum mengantongi izin gangguan, namun sudah beroperasi, sehingga melanggar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan.

"Dari 18 hotel yang sudah beroperasi tetapi belum memiliki izin gangguan (HO) itu, ada yang sudah memproses izinnya," kata Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Setiyono di Yogyakarta, Rabu (19/8).

Menurut dia, syarat untuk memperoleh HO yaitu hotel yang bersangkutan sudah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), dan memiliki sertifikat layak fungsi (SLF), serta surat kepemilikan bangunan (SKB).

SLF dapat diperoleh dengan melibatkan pihak ketiga yang akan menilai secara faktual kondisi bangunan, sebelum menyatakan bahwa bangunan itu memenuhi syarat untuk diterbitkan SLF.

"Jika seluruh persyaratan tersebut sudah lengkap, maka kami akan keluarkan izin gangguannya," kata dia.

Hotel yang tidak memiliki HO juga tidak bisa mengurus nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD) untuk mengurus pembayaran pajak. "Akibatnya, ada potensi pendapatan dari sektor pajak hotel yang tidak bisa dipungut, karena hotel tidak memiliki NPWPD," katanya.

Selain hotel yang tidak memiliki HO, Dinas Perizinan mencatat setidaknya ada 10 hotel lama yang melakukan pengembangan dengan mengubah bentuk bangunan, namun tidak memiliki IMB. "Seharusnya, perubahan dalam bentuk apapun terhadap bangunan harus ada izinnya terlebih dulu. Ada hotel berbintang dan melati," kata dia.

Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan wakilnya, Imam Priyono, mengatakan hotel atau usaha jenis apapun di kota ini harus memenuhi aturan atau ketentuan yang berlaku.

"Jika memang belum memiliki izin, maka seharusnya jangan buka dulu. Pebisnis harus mengerti aturan yang ada di kota ini saat menjalankan usahanya," kata Imam.

Ia berharap pelaku usaha tersebut bisa menyadari kesalahannya, dan menutup usahanya sampai mengantongi izin. "Jika tidak, maka kami bisa merekomendasikan ke Dinas Ketertiban untuk menindaklanjuti hal ini," katanya.

Pada 2015, Pemerintah Kota Yogyakarta menargetkan pendapatan dari pajak hotel sebesar Rp88 miliar, dan hingga akhir Juli lalu tercapai sekitar Rp48,3 miliar.

                                                                                 Sertifikasi

PHRI DIY mengimbau industri perhotelan segera mengajukan permohonan sertifikasi usaha dan penggolongan kelas hotel.

"Kami imbau untuk hotel berbintang segera melakukan sertifikasi hingga paling lambat Oktober 2015," kata Sekretaris PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, 30 Juli 2015.

Ia mengatakan sesuai Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Permenparekraf) RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Hotel, mewajibkan semua pelaku usaha hotel melakukan sertifikasi paling lambat Oktober 2015.

Menurut dia, sertifikasi tersebut penting untuk meyakinkan para pengunjung hotel mengenai kualitas pelayanan sesuai label bintang yang dimiliki.

"Apalagi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), persaingan pelayanan hotel milik pengusaha lokal dan pengusaha asing akan semakin ketat," kata Deddy.

Ia mengatakan apabila hotel yang bersangkutan enggan melakukan sertifikasi hingga batas akhir 3 Oktober 2015, maka akan ada sanksi dari pemerintah berupa pencabutan izin usaha, serta pencabutan label bintang yang dimiliki.
"Jadi, selain sanksi administrasi, juga ada sanksi pencabutan izin usaha," kata dia.

Sertifikasi, menurut Deddy, akan dilakukan langsung oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) di DIY. Sedangkan penilaian dalam sertifikasi tersebut di antaranya mencakup pengecekan kelengkapan dokumen hotel, fasilitas, serta pelayanan yang diberikan kepada tamu hotel. "Dengan memiliki sertifikasi, maka kelayakan pelayanan hotel telah terjamin," katanya.

Dia mengakui, hingga saat ini masih banyak hotel di DIY yang telah memasang label berbintang, namun belum mamiliki sertifikat penggolongan kelas hotel.

Sementara itu, Staf Sub Bagian Program dan Informasi Dinas Pariwisata DIY Djatmiko Raharjo mengatakan hingga awal 2015 jumlah hotel yang telah melakukan sertifikasi sebanyak 63 hotel, sedangkan jumlah hotel berbintang di DIY sebanyak 92 hotel.

"Hotel yang telah memiliki sertifikat kelas hotel akan dijadikan acuan guna menghitung jumlah wisatawan yang masuk di DIY. Jadi, kalau belum memiliki sertifikat, maka kami anggap belum berbintang, meski telah memakai label bintang," katanya.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024