Perajin batik keluhkan kenaikan harga bahan baku

id Perajin Batik Kulon Progo

Perajin batik keluhkan kenaikan harga bahan baku

Perajin batik di Lendah, Kabupaten Kulon Progo, DIY, melakukan berbagai inovasi untuk mendongkrak penjualan ditengah gempuran batik tektil dari China. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Perajin batik di Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengeluhkan kenaikan harga bahan baku produknya sejak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Harga bahan produksi batik naik seperti kain dan pewarna batik. Hal ini menyebakan perajin mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku," kata Perajin Batik Gulurejo, Kecamatan Lendah, Sugirin di Kulon Progo, Sabtu.

Ia juga mengatakan kondisi pasar batik juga lesu. Lesunya permintaan batik sudah terjadi sejak satu bulan terakhir. Harga bahan baku naik, tapi harga jual masih stabil yakni Rp90 ribu hingga Rp250 ribu per potong. Akibatnya, omzet penjualan turun hingga 50 persen.

"Kami tidak bisa menaikan harga jual batik, kami tidak ingin kehilangan pelanggan. Meski harga tidak dinaikan, permintaan batik juga turun drastis," katanya.

Perajin batik lainnya, Suroso mengatakan biaya produksi batik menjadi lebih tinggi karena sebagian besar bahan baku batik merupakan barang impor.

Ia mengatakan berdasarkan informasi dari distributor kain, bahwa harga bahan-bahan sudah naik. Saat ini, dirinya masih menghitung ulang jumlah biaya produksi batik supaya tidak merugi.

Menurut dia, melemahnya nilai tukar rupiah membuat harga bahan baku seperti kain mori, pewarna, lilin, dan gondorukem, dipastikan naik. Kenaikan hargabahan baku diperkirakan antara lima hingga 10 persen dariharga semula, sehingga jika harga jual produk batik tidak dinaikkan maka keuntungan akan berkurang, bahkan bisa merugi.

Suroso mengatakan harga bahan kain jenis primis naik dari Rp17 ribu per yar menjadi Rp19 ribu per yar, kain jenis sanforis naik dari Rp11 ribu per yar menjadi Rp12 ribu per yar, harga gondorukem dari Rp21 ribu menjadi Rp22 ribu per kilo, pewarna dari Rp325 ribu menjadi Rp 350 ribu.

"Saat ini, harga batik di sini masih sama. Saat ini kami masih menghitung ulang biaya produksi dan kesepakatan dengan perajin lain," katanya.

(KR-STR)