Petani bawang merugi akibat harga panen anjlok

id petani bawang merah

Petani bawang merugi akibat harga panen anjlok

Petani bawang merah (Foto ANTARA/Mamiek)

Bantul, (Antara Jogja) - Petani di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merugi karena harga jual bawang merah yang dipanen anjlok akibat serangan hama penyakit.

"Hasil dari menjual panen bawang merah tidak ada, kerugiannya banyak sekali, itu karena tanamannya gagal panen," kata petani bawang merah Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Sri Mukidah di Bantul, Kamis.

Menurut dia, harga bawang merah hasil panenan miliknya hanya dihargai rata-rata Rp4 ribu sampai Rp6 ribu per kilogram oleh tengkulak, jauh di bahwa harga normal yang pada umumnya rata-rata di atas Rp10 ribu per kilogram.

Ia mengatakan, dengan harga jual yang hanya pada kisaran tersebut hasilnya tidak dapat menutup biaya modal tanam awal mulai dari beli bibit, perawatan, obat-obatan hingga memasuki panen.

"Harga bawang merah cabutan dari petani minimal Rp8.000 per kilogram itu baru titik impas, kalau di bawah harga itu rugi banyak, punya saya terpaksa saya jual semua seharga Rp4.000 per kilo, tanpa membawa pulang," kata dia.

Sri Mukidah yang menggarap lahan seluas kurang lebih 600 meter persegi mengaku meski mengalami kerugian karena harga jual anjlok, namun pada musim tanam selanjutnya tetap akan menanam bawang merah kembali dan berharap hasil lebih bagus.

"Saya juga tidak menyimpan sebagian hasil panen untuk pembibitan, karena takutnya malah keropos, karena kan hasilnya kurang bagus, besok kalau mau tanam ya beli bibit saja," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, Partogi Dame Pakpahan mengatakan, sebagian lahan bawang merah yang ditanam pada musim kemarau ini banyak yang gagal panen, bahkan dari ratusan hektare di dua kecamatan, 76 hektare di antaranya gagal panen.

Menurut dia, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tanaman bawang merah di Bantul terserang hama penyakit, di antaranya cuaca ekstrim, yang pada siang suhunya sangat panas, sementara pada malam hari suhunya dingin.

"Kemudian angin di siang hari membawa zat `sodium chloride` berlebih, kandungan dari laut ini jatuh dan mengendap di tanaman, serangan penyakit juga disebabkan penggunaan zat kimia berlebih," kata dia.***3***

(KR-HRI)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024