IABI berharap PP pengelolaan lahan gambut direvisi

id lahan gambut

IABI berharap PP pengelolaan lahan gambut direvisi

Ilustrasi lahan gambut (foto matanews.com)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia berharap pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut untuk menghindari kembali terjadinya bencana asap.

"Aturan mengenai penggunaan lahan gambut memang perlu segera diatur kembali," kata ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Prof Sudibyakto dalam Rountable Discussion mengenai "Solusi Kebakaran Hutan dan Lahan serta Dampak Perubahan Iklim" di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.

Menurut Sudibyakto, revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut diperlukan untuk memetakan antara lahan gambut yang dapat dikonversi dan lahan yang harus tetap dijaga, sebab secara hidrologis kawasan lahan gambut di Indonesia sudah sangat rentan.

"Sehingga daerah gambut yang tidak dapat dikonversi ya jangan dikonversi," kata dia yang juga pakar perubahan iklim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Sementara itu, ia mengatakan, untuk lahan yang sudah dikonversi tidak akan mudah untuk dipulihkan kembali, namun demikian pemerintah masih dapat mengatasi dengan mengurangi atau menghentikan sama sekali pengalihan lahan gambut menjadi perkebunan sawit atau perkebunan lainnya.

"Agar distop dulu supaya tidak terjadi konversi menjadi perkebunan, karena kebakaran lahan ini sudah berulang terus," kata dia.

Apalagi, menurut dia, potensi kebakaran lahan kemungkinan masih akan terus berlangsung selama ancaman pengaruh Elnino masih ada, sebab sebelum musim hujan tiba, pemadaman total sulit dilakukan. "Mungkin mengurangi bisa, tapi kalau memadamkan total sulit," kata dia.

Ketua Pokja Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Prof. Azwar Maas mengatakan pemerintah juga perlu memasukkan bencana kebakaran lahan gambut yang saat ini terjadi di berbagai wilayah seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, serta Kalimantan Tengah, Selatan dan Barat dalam katagori bencana nasional.

"Saya melihat ini kerugiannya sudah sangat besar. Dulu Merapi itu kan lingkupnya sangat kecil, namun sudah disebut bencana nasional, sementara ini yang lingkupnya lebih luas tidak disebut bencana nasional," kata Azwar.***2***

(L007)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024