Bantul perlu antisipasi pembangunan permukiman lereng bukit

id longsor

Bantul perlu antisipasi pembangunan permukiman lereng bukit

Ilustrasi daerah rawan longsor (foto Antara)

Bantul (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, perlu mengantisipasi pembangunan permukiman atau tempat tinggal penduduk di lereng bukit karena bisa terancam bahaya tanah longsor.

"Masalah yang dihadapi untuk meminimalkan dampak tanah longsor yakni beralih fungsinya lereng-lereng bukit menjadi permukiman, makanya ini perlu diantisipasi," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto di Bantul, Selasa.

Menurut dia, pihaknya telah memetakan setidaknya 16 desa di enam kecamatan di Bantul rawan bencana tanah longsor ketika musim hujan, sebab daerahnya merupakan perbukitan dan struktur tanahnya labil.

Ia mengatakan, dari hasil kajian tahun ke tahun lokasi di Bantul yang rawan bencana longsor sebenarnya semakin berkurang, namun tidak bagi kepala keluarga (KK) yang terdampak, sebab masih ada warga yang membangun rumah di lereng bukit.

"Biasanya masyarakat membangun pemukiman di lereng dengan meratakan bukit, seperti saya lihat di daerah Desa Selopamioro Imogiri, padahal itu berbahaya, jika sewaktu-waktu terjadi tanah longsor," katanya.

Dwi Daryanto mengatakan, kemungkinan besar masih ada warga yang membangun rumah di lereng bukit, karena keluarga tidak mempunyai lahan di tempat lain, dan hanya tanah tersebut satu-satunya yang dimiliki.

Untuk mencegah agar masyarakat tidak membangun pemukiman di daerah rawan terkena longsor, menurutnya perlu ada sosialisasi dari stakeholder, sementara bagi yang sudah terlanjur diharap menyadari risiko bencana yang sewaktu-waktu terjadi.

Sementara itu, menurut dia, sesuai hasil kajian BPBD Bantul, ada sekitar 2.000 KK yang tinggal di daerah rawan longsor enam kecamatan itu, di antaranya sebagian Kecamatan Imogiri, Piyungan, Pundong, Pleret dan Dlingo serta Pajangan.

"Harapan kami ada antisipasi dari mereka yang tinggal di daerah rawan bencana, karena kalau upaya relokasi sekaligus tidak bisa dilakukan, karena setiap tahun kami kami dianggarkan relokasi untuk 10 KK, baik ada bencana maupun tidak," katanya.

(KR-HRI)