BPBD DIY kaji kembali peta zona rawan longsor

id BPBD DIY kaji kembali peta zona rawan longsor

BPBD DIY kaji kembali peta  zona rawan longsor

Ilustrasi, jalan longsor (Foto Antara)

Yogyakarta,(Antara Jogja) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Istimewa Yogyakarta segera mengkaji kembali peta zona rawan longsor di empat kabupaten menghadapi potensi cuaca ekstrem memasuki puncak musim hujan.

Komandan Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Wahyu Pristiawan di Yogyakarta, Senin, mengatakan pengkajian itu akan dibahas melalui rapat koordonasi TRC BPBD seluruh kabupaten pada Rabu (10/2) yang diharapkan dapat memetakan zona rawan longsor hingga di titik paling dekat dengan permukiman warga.

"Kami harus meng-update lagi peta zona rawan longsor, untuk mengetahui kemungkinan adanya retakan baru secara mendetail," kata dia.

Menurut Pristiawan, selain sebagai upaya penguatan kesiapan memasuki puncak musim hujan, pengkajian kembali peta zona rawan longsor perlu dilakukan sebab pascakemarau panjang pada akhir 2015, menurut dia, dapat memunculkan retakan-retakan baru yang rentan longsor ketika terjadi hujan lebat.

Selain itu, lanjut Pristiawan, acuan data peta zona berpotensi gerakan tanah di DIY dari Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah mengalami perubahan.

Sesuai data PVMBG pada November 2015, di empat kabupaten di DIY, yakni kabupaten Bantul, Kulonprogo, Sleman, dan Gunung Kidul terpetakan 34 kecamatan berpotensi gerakan tanah, dengan 21 kecamatan di antaranya memiliki katagori kerawanan gerakan tanah "menengah-tinggi".

Sementara data terbaru PVMBG pada Februari 2016 yang diunggah di laman instansi itu, yang terpetakan sebagai kecamatan rawan gerakan tanah meningkat menjadi 42 kecamatan, dengan 31 kecamatan di antaranya memiliki katagori kerawanan "menengah-tinggi". Pada 31 zona itu dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.

31 kecamatan itu antara lain Turi, Pakem, Prambanan, Cangkringan (Sleman); Girimulyo, Kalibawang, Temon, Samigaluh, Pengasih, Naggulan (Kulonprogo); Imogiri, Kretek, Pundong, Pleret, Piyungan, Dlingo (Bantul); Patuk, Gedangsari, Nglipar, Tepus, Paliyan, Rongkop, Purwosari, Wonosari, Semanu, Karangmojo, Ngawen, Semin, Ponjong, Playen (Gunung Kidul).

"Titik-titik rawannya (longsor) memang ada tersebar di 31 kecamatan itu. Bagaimanapun juga data dari PVMBG menjadi salah satu rujukan kami dalam memetakan zona rawan longsor," kata Pristiawan.

Menurut dia, bencana longsor beberapa hari terakhir seperti di Dusun Nglingo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, serta Desa Selopamiro, Imogiri, Bantul juga akan menjadi evaluasi penanganan bencana serta peningkatan pemahaman mitigasi bencana longsor bagi masyarakat setempat.

Sebagai upaya menghindari bencana longsor, menurut Pristiawan, upaya relokasi merupakan hal yang akan terus didorong kepada masyarakat, khususnya yang berada di wilayah paling rawan longsor, seperti di Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul.

Sebelumnya, pada bulan Februari 2015, setidaknya ada tujuh dusun di Gedangsari yang mengalami bencana tanah longsor, yakni di Dusun Suruh, Jatirejo, Tegalrejo, Ngasinan, Pace, Mangli, dan Mertelu.

"Relokasi merupakan solusi yang tidak henti-hentinya kami dorong kepada masyarakat berpotensi terdampak bencana itu," kata dia.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyatakan puncak musim hujan di Yogyakarta tetap diperkirakan terjadi pada rentang akhir bulan November 2015 hingga pertengahan Februari 2016.

"Tidak bisa tepat tapi paling tidak rentangnya tetap antara akhir November 2015 hingga pertengahan Februari 2016," kata prakirawan cuaca Pos Klimatologi BMKG Yogyakarta Sigit Hadiprakosa.

(T.L007)