KNTI: miris ikan melimpah nelayan sukar melaut

id gelombang tinggi

KNTI: miris ikan melimpah nelayan sukar melaut

Sejumlah perahu nelayan disandarkan di Pelabuhan Juwana, Pati, Jawa Tengah, karena nelayan tidak berani melaut akibat cuaca buruk dengan ketinggian gelombang 3-4 meter di perairan Laut Utara Jawa. dok (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/kye/15.)

Jakarta (Antara Jogja) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan miris bila kondisi ikan di kawasan perairan Indonesia melimpah tetapi dihadapkan dengan kondisi nelayan tradisional yang masih sukar melaut karena terkendala beragam hambatan.

"Nelayan kita saja belum pergi ke laut menangkap ikan untuk merayakan kemelimpahan ikan di laut Republik Indonesia akhir-akhir ini," kata Ketua Umum KNTI Riza Damanik kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Dia menyatakan keheranannya bila nelayan dibiarkan jadi penonton terus di laut sendiri hanya karena pemerintah lagi memprioritaskan aspek keamanan.

Untuk itu, lanjutnya, berbagai pihak dan otoritas terkait juga diajak untuk "bergegas" karena 2016 sudah tahun kedua dari berjalannya Kabinet Kerja.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta, Yan M Winatasasmita mendesak Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang pungutan hasil perikanan, karena dirasakan sangat memberatkan para pemilik kapal.

PP itu sangat memberatkan pemilik kapal dan tentu saja pada akhirnya berdampak kepada menurunnya kesejahteraan nelayan, kata Yan M Winatasasmita melalui pesan tertulisnya kepada Antara di Jakarta, Kamis (11/2).

Ia mengatakan pemerintah telah menaikkan pungutan pengusahaan perikanan dan pungutan hasil perikanan melalui PP No. 75 Tahun  2015 salah satunya adalah pungutan hasil perikanan (PHP) atas izin penangkapan ikan untuk kapal penangkapan ikan.

Pungutan itu diberlakukan untuk skala kecil dari 1,5 persen menjadi 5 persen sehingga mengalami kenaikan sampai 333 persen. Skala menengah dari 2 persen menjadi 10 persen naiknya mencapai 800 persen, dan skala besar dari 2,5 persen menjadi 25 persen (naik 1000 persen).

Menurut Yan, alasan pemerintah menaikkan pungutan karena hasil tangkapan ikan di laut Indonesia melimpah. Namun, dengan diterapkannya kenaikkan pungutan tersebut dampaknya kepada pengusaha pemilik kapal akan bangkrut karena tak bisa mengoperasionalkan kapalnya lagi, serta membuat nelayan menganggur.

(M040)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024