Bupati Bantul larang alih fungsi lahan pertanian

id alih fungsi lahan

Bupati Bantul larang alih fungsi lahan pertanian

Ilustrasi, lahan pertanian terdesak oleh pemukiman (Foto Antara/Ari Bowo Sucipto)

Bantul (Antara Jogja) - Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Suharsono, menyatakan akan melarang alih fungsi lahan pertanian guna mempertahankan ketersediaan dan kecukupan pangan masyarakat.

"Yang jalur hijau tetap jalur hijau, tidak akan diubah, apalagi beralih fungsi untuk perumahan misalnya. Siapapun akan saya larang," katanya di Bantul, Jumat.

Menurut dia, larangan alih fungsi lahan pertanian di Bantul sebagai bagian dari upaya pemerintah daerah dalam mewujudkan Peraturan Daerah (Perda) Bantul tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang saat ini materinya sedang disempurnakan di DPRD.

Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa Bantul yang terdiri 17 kecamatan harus tersedia lahan pangan seluas 13 ribu hektare, sehingga dari lahan pertanian yang ada sekarang ini seluas 15 ribu hektare akan dicegah dan dikendalikan dari kegiatan alih fungsi lahan.

"Ini untuk melestarikann pertanian biar hidup seperti dulu lagi," kata Bupati Bantul terpilih hasil Pilkada Bantul 2016.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul Trisaktiyana mengatakan akan memetakan lokasi lahan pertanian seluas 13.000 hektare sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan seperti yang diamanahkan dalam peraturan daerah.

"Lahan yang 13.000 hektare itu kan belum jelas lokasinya, sehingga nanti jika sudah dipetakan letaknya di mana, akan ketahuan milik siapa, dan kemudian kita beritahukan bahwa lahan hijau itu sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan," katanya.

Dengan demikian, kata Trisaktiyana, pemilik lahan pertanian akan diajak komunikasi supaya tidak mengalihfungsikan lahan ke kegiatan non-pertanian seperti menjual ke pengembang perumahan maupun mendirikan tempat tinggal, meskipun diakui tidak mudah diupayakan.

"Namun untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan ini yang kita tekankan adalah lahan kas desa yang berupa sawah masuk peta, karena kan (tanah kas desa) di bawah kendali Gubernur. Jadi kita tidak membeli, termasuk sawah-sawah milik warga," katanya.

(KR-HRI)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024