Polda DIY optimalkan peran PPA

id kekerasan

Polda DIY optimalkan peran PPA

Ilustrasi (Foto 108csr.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menggencarkan peran Unit Pelayanan Perempuan dan Anak untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu.

"Keberadaan polwan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) hingga di tingkat polsek kami optimalkan sering maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta AKBP Anny Pudjiastuti di Yogyakarta, Selasa.

Melalui Unit PPA tersebut, Anny berharap masyarakat, khususnya perempuan, tidak malu melaporkan setiap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Menurut dia, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga saat ini masih mendominasi kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY. Pada tahun 2015, kasus itu menempati peringkat keenam dari deretan kasus kriminal di DIY.

"Jangan takut atau sungkan melapor karena yang menangani juga perempuan. Kami juga menyediakan psikolog untuk pendampingan," katanya.

Menurut dia, pada 80 kepolisian sektor (polsek) yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota di DIY saat ini masing-masing terdapat tiga personel polwan yang bertugas di Unit PPA.

Melalui Unit PPA, menurut Anny, kepolisian juga memberikan sosialisasi dan edukasi kepada perempuan agar melek hukum. Sejumlah materi sosialisasi yang diberikan, antara lain, mencakup definisi kekerasan, apa saja yang dapat dikategorikan sebagai KDRT, serta sanksi-sanksi apa yang dapat menjerat pelaku kekerasan.

"Kami juga menegaskan setiap pelapor kasus kekerasan akan mendapat pendampingan dan perlindungan," katanya.

Dalam sosialisasi itu, Unit PPA juga menggandeng Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY serta organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu perempuan dan anak di daerah itu.

"PPA juga tidak jarang memberikan edukasi kepada pelaku agar tidak lagi melakukan tindakan kekerasan," katanya.

Selain mengoptimalkan peran Unit PPA, menurut Anny, kepolisian terus menggencarkan Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) di seluruh wilayah hukum Polda DIY yang menyasar tindak pidana konsumsi narkoba, minuman keras, premanisme, serta prostitusi yang menjadi salah satu pemicu kasus kekerasan tersebut.

"Razia terhadap warung internet (warnet) juga kami lakukan untuk mencegah pengunjung mengakses situs porno," katanya.

Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan "Rifka Annisa" Yogyakarta mencatat lebih dari 300 kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY yang dilaporkan ke lembaga itu setiap tahun.

"Itu berarti setiap hari setidaknya satu perempuan menjadi korban kekerasan," kata Manajer Humas dan Media Rifka Annisa Defirentia One Muharomah.

Dalam kurun 2009 s.d. 2015, kata dia, terdapat 2.156 kasus kekerasan yang ditangani Rifka Annisa dengan perincian kekerasan terhadap istri 1.541 kasus, perkosaan 227 kasus, pelecehan seksual 128 kasus, kekerasan dalam pacaran 206 kasus, kekerasan dalam keluarga 48 kasus, dan trafiking 4 kasus.

Pada periode Januari sampai dengan April 2016, menurut dia, telah tercatat 121 kasus kekerasan terhadap perempuan terdiri atas 75 kasus kekerasan terhadap istri, 15 kasus kekerasan dalam pacaran, 19 kasus perkosaan, 5 kasus pelecehan seksual, 5 kasus trafiking, dan sejumlah kasus lainnya.

"Hingga saat ini, kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol dilaporkan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," katanya.
L007
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024