DIY dorong pengelola desa wisata berbadan hukum

id desa wisata

DIY dorong pengelola desa wisata berbadan hukum

Tenun Desa Wisata Gamplong, DIY (Foto jogja.antaranews.com)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong pengelola desa atau kampung wisata di empat kabupaten dan satu kota daerah ini segera mengurus status badan hukum sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan hibah dari pemerintah.

"Kami mengimbau pengelola desa wisata segera mengurus badan hukum, minimal berbentuk koperasi, sehingga berbagai bantuan dari pemerintah bisa disalurkan langsung," kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Arya Nugrahadi, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut Arya, hingga saat ini baru sebagian kecil desa wisata yang telah berbadan hukum.

Jumlah desa wisata yang terdaftar di lima kabupaten/kota di DIY berjumlah 122, dengan sebaran 38 desa wisata di Sleman, 14 desa wisata di Gunung Kidul, 27 di Kota Yogyakarta, 33 di Bantul, dan 10 desa wisata di Kulon Progo.

"Tema sejumlah desa wisata yang telah berdiri tersebut terdiri atas desa wisata alam, kerajinan, serta budaya lokal," kata dia pula.

Menurut dia, masih rendah pengurusan badan hukum pengelola desa wisata itu, disebabkan hingga saat ini pengurusan legalitas tersebut belum dianggap prioritas oleh sebagian besar pengelola desa wisata.

Padahal, kata Arya, tanpa memiliki legalitas atau berbadan hukum Dinas Pariwisata DIY tidak dapat memberikan bentuan fasilitas infrastruktur serta hibah lainnya.

"Meskipun bentuan fasilitas berupa pelatihan SDM maupun pelatihan pemasaran masih tetap bisa kami lakukan," kata dia lagi.

Sejak diberlakukan Undang Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, penerima hibah dari pemerintah wajib berbadan hukum.

"Memang kami tidak mewajibkan, namun dengan berbadan hukum koperasi, hibah dapat kami salurkan untuk meningkatkan kapasitas desa wisata," kata dia.

Ia mengatakan saat ini memang ada beberapa desa wisata yang telah berstatus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Kulon Progo, namun status BUMDes masih belum dapat menerima hibah karena belum mendapat pengakuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Baiquni mengatakan, pemerintah melalui Dinas Pariwisata memang perlu terus mendorong dan memberikan pembekalan bagi pengelola desa wisata untuk meningkatkan pemahaman dalam meningkatkan kualitas desa wisata.

Pembangunan hotel, mal maupun apartemen di Yogyakarta, menurut Baiquni, jangan sampai mengalahkan pengembangan desa wisata sebagai ruh pariwisata asli di kota gudeg ini.

"Model ekonomi di Yogyakarta secara fitrah adalah ekonomi kerakyatan yang bersumber dari usaha pariwisata tradisional. Jangan sampai mal dan hotelnya yang lebih menonjol," kata dia lagi.***1***

(L007)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024