Kemendag meyakini "flegt" dongkrak ekspor produk kayu

id Mebel

Kemendag meyakini "flegt" dongkrak ekspor produk kayu

Ilustrasi industri mebel (antarafoto.com)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Kementerian Perdagangan menyatakan pengakuan Lisensi "Forest Law Enforcement Governance and Trade" atau "FLEGT" Indonensia di pasar Uni Eropa akan mendongkrak kinerja ekspor Indonesia khususnya di sektor produk kayu.

"Kami yakin dengan Lisensi FLEGT kinerja ekspor Indonesia akan terdongkrak signifikan, meski persentasenya belum bisa kami tentukan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Mardjoko dalam sosialisasi Lisensi FLEGT di Yogyakarta, Rabu.

Dengan diraihnya Lisensi FLEGT bagi Indonesia pada 18 Agustus 2016, menjamin semua ekspor produk kayu Indonesia yang telah bersertifikat SVLK tidak perlu melalui uji tuntas yang biasanya menghabiskan 1.000-2.000 dolar AS per kontainer ukuran 20-40 feet. Diperkirakan Lisensi FLEGT akan secara resmi berlaku pada 15 November 2016. 
 
"Tentu ini akan meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia. Di saat negara-negara lain harus antre mengurus uji tuntas, Indonesia bisa langsung melenggang memasukkan produknya ke pasar Eropa," kata Mardjoko. 
 
Menurut dia, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang memperoleh Lisensi FLEGT untuk produk kayu ke pasar Uni Eropa, jauh meninggalkan para pesaingnya seperti Afrika, negara-negara Amerika Latin, serta negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Myanmar, Vietnam, Thailand, Laos, dan Tiongkok.

Sementara itu Staf Ahli Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi berharap telah diakuinya Lisensi FELGT Indonensia di pasar Uni Eropa akan mendorong peningkatan kepemilikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di kalangan pengusaha mebel.

"Kami berharap pengakuan Lisensi FLEGT Indonesia di Eropa mendorong pengusaha mebel bersemangat mengurus SVLK," kata Laksmi.

Hingga saat ini, kata dia, kepemilikan SVLK di kalangan pengusaha mebel Indonesia masih jauh dari harapan. Padahal tanpa memiliki sertifikat SVLK, pengusaha mebel atau kerajinan kayu tidak dapat merasakan kemudahan-kemudahan ekspor produk kayu ke Eropa.

Menurut Laksmi, Pemerintah Pusat akan terus meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah agar prosedur pengurusan berbagai perizinan sebagai prasyarat SVLK dapat dipermudah. "Selain memberikan pendampingan, kami akan terus berkoordinasi dengan Pemda agar perizinan semakin dipermudah," kata Laksmi.

Ketua Bidang Aneka Kerajinan DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Endro Wardoyo mengatakan hingga saat ini pengurusan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) masih dirasa sulit bagi UKM sebab harus memiliki tempat usaha atau industri yang sesuai standar SVLK.

Endro mencontohkan untuk memiliki SVLK, pengusaha mebel atau kerajinan kayu harus sudah memiliki Surat Izin Tempat Usaha atau Izin Gangguan (HO). Sementara untuk mengurus izin itu setidaknya pengusaha mebel harus memiki tempat usaha yang representatif dan dinilai tidak mengganggu lingkungan.

"Padahal banyak yang tempat usaha kayunya menyatu dengan tempat tinggal dan ada di permukiman sehingga kerap dinilai tidak memenuhi syarat untuk memeroleh izin HO," kata dia.

Selain izin HO, menurut Endro, pengusaha mebel skala UKM juga masih kesulitan dengan perizinan lainnya seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK), nomor identitas kepabeanan (NIK), serta analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Harapan kami ada solusi jangka pendek untuk mengurus perizinan yang tidak murah dan prosesnya cukup rumit di daerah," kata dia.***3***

(L007)