Yogyakarta ingin "sanitary Landfill" Piyungan segera direalisasikan

id TPA Piyungan

Yogyakarta ingin "sanitary Landfill" Piyungan segera direalisasikan

TAWARAN INVESTOR ASING AntaraJogja. Sejumlah pemulung mencari sampah yang masih bisa didaur ulang di Tempat Pembuangan AKhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Senin (27/2). Pemprov DIY mendapatkan tawaran kerjasama investasi pengelolaan sampah di

Yogyakarta (Antara Jogja) - Pemerintah Kota Yogyakarta menginginkan agar Tempat Pembuangan Akhir Piyungan segera menerapkan metode "sanitary landfill" menggantikan metode konvensional "open dumping" karena menghambat Yogyakarta meraih Adipura.

"Kami tentunya akan terus mendorong Pemerintah DIY yang kini mengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan untuk segera menerapkan metode `sanitary landfill`," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Suyana di Yogyakarta, Rabu.

Menurut Suyana, selama tiga tahun berturut-turut sejak 2014 hingga 2016, Kota Yogyakarta gagal memperoleh Adipura karena sebab yang sama yaitu pengelolaan TPA Piyungan belum menerapkan metode "sanitary landfill".

Pada penilaian tahun ini, pengelolaan TPA Piyungan hanya memperoleh nilai 71,16 atau di bawah standar nilai yang ditetapkan yaitu 72.

Sedangkan untuk penilaian kebersihan lingkungan, Kota Yogyakarta sudah memperoleh nilai 73.

"Jika kondisi TPA tetap sama, maka Yogyakarta akan sulit meraih Adipura. Apalagi, penilaian kondisi TPA menjadi salah satu indikator utama untuk menentukan apakah kota atau kabupaten tersebut layak mendapat Adipura atau tidak," katanya.

Suyana mengatakan, perubahan metode "open dumping" yang hanya mengumpulkan sampah tanpa diolah ke metode "sanitary landfill" yang melakukan pengolahan dan pemanfaatan sampah secara sistematis dapat dilakukan dengan mudah asalkan ada dana yang dianggarkan.

Setiap tahun, Pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan dana sekitar Rp1,2 miliar untuk pengelolaan TPA Piyungan.

Selain penerapan "sanitary landfill", Suyana juga mengingatkan perlunya penerapan teknologi dalam pengelolaan sampah di TPA Piyungan agar gas metana yang dihasilkan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber energi.

"Pemilihan teknologi yang tepat memang tidak mudah, tetapi harus bisa dilakukan," katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Vir Katrin mengatakan kondisi TPA menjadi indikator utama penialian Adipura sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.

"Sebenarnya, seluruh TPA sudah harus menerapkan `sanitary landfill` mulai 2013. Oleh karena itu, penilaian Adipura pun didasarkan pada hal tersebut agar tidak menyalahi undang-undang," katanya.

Pembuangan sampah dengan metode "open dumping" memiliki banyak dampak buruk pada lingkungan dan masyarakat di sekitarnya karena polusi dari sampah langsung terpapar ke lingkungan.

"Dengan `sanitary landfill`, dampak-dampak buruk bisa dikurangi. Dananya memang cukup besar karena harus ada tanah yang siap digunakan untuk menutup sampah setiap hari," katanya.

Meskipun demikian, lanjut dia, jumlah TPA yang melakukan "open dumping" terus berkurang semenjak digunakan sebagai indikator penilaian Adipura.

"Namun selama tidak ada keluhan dari warga, maka TPA yang masih menerapkan `open dumping` tidak bisa ditindak," katanya.

(E013)
Pewarta :
Editor: Mamiek
COPYRIGHT © ANTARA 2024