BPBD Sleman sosialisaskani penerapan "Sister School"

id merapi

BPBD Sleman sosialisaskani penerapan "Sister School"

ilustrasi (Foto Antara/Sigit Kurniawan)

Sleman (Antara Jogja) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar sosialisasi penerapan "sister school" dalam upaya mitigasi bencana khususnya erupsi Gunung Merapi, Selasa.

"Ancaman bencana letusan Gunung Merapi terus diwaspadai dengan menyiapkan berbagai sarana dan prasarana baik bagi para warga, khususnya anak sekolah serta prasarana fisik lainnya," kata Pelaksana Kepala BPBD Kabupaten Sleman Kunto Riyadi.

Menurut dia, salah satu upaya yang dilakukan dengan melakukan sosialisasi penerapan "sister school" yang dilaksanakan dengan peserta 50 orang dari SKPD terkait, sekolah, dunia usaha serta pemangku kepentingan.

"Kegiatan ini merupakan upaya? menyiapkan personel dalam penerapan `sister school` yang akan dilanjutkan dengan fasilitasi sosialisasi di empat sekolah sebagai sasaran yakni SD Tarakanita Ngembesan Turi dengan sekolah persaudaraannya SMP Alosius Turi, serta SD Pandanpuro II dengan sekolah persaudaraannya SD Muh Pakem," katanya.

Ia mengatakan, selanjutnya juga akan diteruskan dengan gladi lapang di empat sekolah sasaran.

"Kegiatan ini dilakukan agar sekolah yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi III bila suatu saat terjadi bencana tidak terganggu dalam belajar mengajarnya serta sekolah sasaran siap menerima siswa yang terkena dampak erupsi Merapi," katanya.

Kunto mengatakan, Kabupaten Sleman merupakan satu dari 136 kota yang memiliki indeks risiko bencana tinggi. Menyadari hal ini, Pemkab Sleman berupaya melakukan langkah mitigasi bencana.

"Tidak hanya meminimalisir jumlah korban namun juga memastikan proses belajar mengajar tidak terhambat akibat terjadinya bencana," katanya.

Berlatarbelakang hal tersebut, Pemkab Sleman melaksanakan kegiatan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat dengan mengembangkan "sister school" atau sekolah penyangga.

"Melalui kegiatan ini sekolah terdampak dipersaudarakan melalui pembuatan MOU persaudaraan dengan sekolah penyangga yang berada di wilayah yang relatif aman. Dengan demikian, saat terjadi kondisi darurat dimana tidak memungkinkan dilaksanakannya proses belajar mengajar maka untuk menjamin tetap terlaksananya kegiatan belajar, seluruh komponen sekolah yang terdampak bencana akan dipindahkan ke sekolah penyangga," katanya.

Ia mengatakan, sosialisasi ini menjadi langkah pertama, sarana menyiapkan kesiapsiagaan komponen sekolah dalam menghadapi kemungkinan kondisi kedaruratan.

"Melalui sosialisasi ini, diharapkan akan semakin memantapkan langkah dan upaya dalam melakukan penanganan bencana di wilayah Kabupaten Sleman. Dengan berbekal pengetahuan yang memadai dalam menghadapi bencana maka akan dapat bertindak tepat dan efisien," katanya.

Sampai saat ini, kata dia, telah terbentuk 20 "sister school", delapan sekolah siaga bencana dan 39 organisasi relawan dengan jumlah relawan 1512 orang.

"Selain itu juga telah memetakan potensi kerawanan bencana, serta pemasangan `early warning system` (EWS) atau sitem peringatan dini," katanya.

Hingga Februari 2016 BPBD Sleman bekerja sama dengan Dishubkominfo Kabupaten Sleman dan warga masyarakat telah mengelola sejumlah 88 EWS banjir lahar dingin, empat EWS awan panas, tiga EWS tanah longsor dan satu EWS curah hujan.

"Dengan fasilitas-fasilitas ini, diharapkan dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun korban materiil saat terjadinya bencana," katanya. 
V001
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024