Akademisi: sertifikasi profesi lindungi SDM Indonesia

id ugm

Akademisi: sertifikasi profesi lindungi SDM Indonesia

Universitas Gadjah Mada (Foto Istimewa)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Pemerintah perlu memprioritaskan percepatan sertifikasi profesi untuk melindungi sumber daya manusia Indonesia yang berkompeten menghadapi persaingan tenaga kerja memasuki Masyarakat Ekonomo ASEAN, kata seorang akademisi.

"Sertifikasi profesi ini akan menjadi bukti pemerintah melindungi tenaga kerja nasional karena mereka akan mendapatkan pengakuan internasional," kata Guru Besar Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSDK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Susetiawan di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini, persaingan tenaga kerja baik di perusahaan nasional maupun multinasional sudah dimulai. Agar mampu bersaing SDM Indonesia harus memiliki standar kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi profesi.

"Standar kualifikasi tenaga kerja Indonesia kembali dipertimbangkan sejak MEA diberlakukan," kata dia.

Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Kemenakertrans menyebutkan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia menurut jenis pekerjaan/jabatan tahun 2013 lebih didominasi tenaga profesional (38.762 orang) diikuti tenaga konsultan (18.925 orang), manager (15.529 orang). Sementara untuk tenaga teknisi mencapai 8.535 orang dan pengawas mencapai 5.590 orang.

Menurut dia, penerapan sertifikasi profesi di bidang jasa telah dilakukan kepada seluruh pekerja di sebagian besar negara anggota ASEAN lainnya termasuk Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Dengan menerapkan sertifikasi sesuai standar kualifikasi yang dimiliki, menurut dia negara telah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia, sebab mereka akan memperoleh pengakuan secara profesional di negara lain.

Sebaliknya, bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia, juga tidak akan diakui kualifikasinya tanpa memiliki sertifikasi profesi.

Selain itu, ia mengatakan, sertifikasi profesi (standar kualifikasi) juga harus dapat diberikan kepada para ahli yang belum pernah mengenyam pendidikan formal atau belajar sejara otodidak, sebagai bentuk apresiasi atas proses belajar.

"Misalnya seorang dalang, ketika keahliannya akan dimanfaatkan di luar negeri tentu harus dibekali dengan sertifikasi," kata dia.

Tanpa memiliki bekal sertifikasi profesi, ia mengatakan, keahlian tanaga kerja indonesia tidak akan mendapat pengakuan, sehingga hanya dianggap sebagai tenaga kasar.

"Saat ini tenaga kerja kita yang bekerja di sektor domestik banyak yang menjadi pembantu karena tidak memiliki standar kualifikasi," kata dia.

Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), Kirnadi mengatakan meski ada sertifikasi profesi pemerintah tetap harus memperketat perekrutan tenaga kerja asing. Tanpa pembatasan secara ketat, perekrutan tenaga kerja asing akan memunculkan kesenjangan serta bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia.

"Tidak masalah kita ikut terlibat dalam MEA asal tetap ada porsi dan kontrol," kata dia.

Meskipun perekrutan pekerja asing di DIY belum begitu banyak, dia menilai potensi meningkatnya pekerja asing tetap ada.?

Perekrutan tenaga kerja asing di DIY, kata dia, hingga saat ini didominasi sektor pariwisata dan perhotelan.
L007