Presiden diminta lakukan terobosan atasi defisit BPJS

id BPJS

Presiden diminta lakukan terobosan atasi defisit BPJS

Ilustrasi (Foto www.bpjs.info)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Presiden Jokowi diminta untuk melakukan terobosan besar dalam mengatasi dan mengantisipasi masalah yang dialami Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan, khususnya dengan defisit sebesar Rp7 triliun.

"Defisit BPJS Kesehatan hingga Rp 7 triliun itu sangat besar, dan jika dibiarkan terus terjadi maka ada problematik serius yang akan dialami Indonesia ke depan," kata Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (FK UGM) Mulyadi Sumarto dalam Policy Corner bertema `Evaluasi 2 Tahun Kinerja Jokowi-JK," di Kampus Program Doktoral Studi Kebijakan UGM, di Yogyakarta, Rabu.

Karena itu, kata dia, pemerintah melalui perintah tegas Presiden Jokowi harus melakukan langkah terobosan besar dalam mengatasi dan mengantisipasi permasalahan serupa di depan.

Pasalnya, program kesehatan merupakan program prioritas Presiden Jokowi yang disampaikan kepada masyarakat Indonesia dalam semangat Nawacita, katanya lagi.

Ia mengusulkan, tiga langkah terobosan yang perlu dilakukan pemerintah, khususnya dalam mengatasi permasalahan persoalan BPJS Kesehatan.

Pertama, pemerintah harus memikirkan model welfare state yang sesuai dengan kontekstual Indonesia sebagai negara berkembang.

"Artinya, pemerintah harus mau mengembangkan sistem proteksi tenaga kerja dengan serikat pekerja, serikat petani, dan serikat nelayan. Sebab masyarakat itu yang harus dipikirkan lebih fokus lagi. Jadi ada satu upaya membangun sistem kesejahteraan yang melekat didalam aspek tenaga kerja dan pasar tenaga kerja," terang Mulyadi.

Kedua, lanjut dia, pemerintah memerlukan suatu tim yang cukup kuat dan mampu merancang sistem distribusi, khusus untuk orang miskin, sehingga problem ketepatan salah sasaran bisa diantisipasi.

"Sebab, jika program itu tepat sasaran maka pemerintah bisa menghemat keuangan negara. Karena defisit BPJS Kesehatan yang mencapai Rp7 triliun itu, sangat diluar logika, itu terlalu besar. Karena itu, pemerintah harus memiliki tim yang kuat untuk menghasilkan sistem distribusi yang baik," jelas dia lagi.

Ketiga, katanya, defisit terjadi karena salah satu kategori peserta yaitu peserta mandiri, tidak mampu membayar namun masih diperbolehkan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

"Akibatnya, saat pekerja yang tidak mampu membayar premi BPJS dipastikan membebani keuangan negara. Jadi pemerintah harus membenahi pembagian kartu BPJS Kesehatan dan manajemen keanggotaannya. Langkah pemerintah menaikkan premi justru tidak efektif, karena permasalahannya ada pada peserta yang membebani keuangan negara," tandas Mulyadi. 
(KR-RHN)

Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024