Tim Advokasi : implementasi SPM-Dikdas jadi perhatian bersama

id pendidikan

Tim Advokasi : implementasi SPM-Dikdas jadi perhatian bersama

Anggota Tim Advokasi dan Kampanye SPM Dikdas Agung Sri Handayani berfoto bersama Kepala LKBN Antara Biro Yogyakarta Herry Soebanto seusai melakukan sosialisasi SPM-Dikdas.(Foto Antara/Luqman Hakim)

Jogja (Antara) - Tim Advokasi dan Kampanye Program Peningkatan Kapasitas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikian Dasar berharap implementasi Standar Pelayanan Minimal Pendidikian Dasar di daerah menjadi perhatian bersama, baik sekolah maupun masyarakat.

"Kami berharap semua pihak bisa memperhatikan karena tujuan standar pelayanan minimal pendidikian dasar (SPM-Dikdas) adalah demi keberlangsungan proses belajar mengajar yang berkualitas," kata anggota Tim Advokasi dan Kampanye SPM Dikdas Agung Sri Handayani saat berkunjung di Kantor LKBN Antara Biro Yogyakarta, Rabu.

Sri menilai masih banyaknya lembaga pendidikan dasar, baik SD maupun SMP, yang belum menerapkan SPM Dikdas. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pihak sekolah maupun orang tua siswa mengenai beberapa indikator yang harus dipenuhi sekolah.

"Mereka masih kurang paham, mungkin distribusi informasi kepada masyarakat maupun sekolah di daerah belum merata," kata dia.

Sesuai dengan Peratutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2013, kata dia, lembaga pendidikan dasar (SD sampai SMP) di kabupaten/kota harus mampu memenuhi 27 indikator SPM Dikdas.

Sebanyak 27 indikator SPM Dikdas tingkat SD/MI dan SMP/MTs itu meliputi sarana prasarana pendidikan yang layak, pendidikan dan tenaga pendidikan yang berkualitas dan kompeten, kurikulum yang baik, serta penjaminan mutu pendidikan yang baik.

"Wujud dari indikator itu, misalnya guru harus mengajar 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, sekolah memiliki jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari permukiman warga dan harus menyediakan buku paket," katanya.

Menurut dia, di Pulau Jawa khususnya perkotaan, seperti Yogyakarta, implementasi SPM Dikdas rata-rata telah optimal dilakukan oleh sekolah. Meski demikian, untuk di luar Jawa, implementasi SPM Dikdas masih terjadi kesenjangan.

"Masyarakat dan orang tua murid berhak menanyakan kepada pihak sekolah jika indikator SPM Dikdas belum dipenuhi sekolah," katanya.

Oleh sebab itu, dia berharap seluruh komponen masyarakat termasuk media ikut terlibat menyuarakan pentingnya pemenuhan SPM Dikdas bagi seluruh lembaga pendidikan dasar di daerah masing-masing.

Untuk menginspirasi masyarakat memiliki kepedulian itu, menurut dia, Tim Advokasi SPM Dikdas meluncurkan serial web "MURID5" yang dapat diakses melalui Youtube.

Serial "MURID5" menceritakan perjuangan anak-anak dan orang tua dalam memenuhi SPM Dikdas di daerahnya.

(L007)