Sleman, (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menerapkan metode alami untuk mengurangi penyebaran virus dengue dengan menggunakan nyamuk ber-Wolbachia guna menekan angka kasus demam berdarah dengue.
"Pemkab Sleman sejak 2014 telah bekerja sama dengan `Eliminate Dengue Project` (EDP) sebagai program kegiatan penelitian yang dilakukan Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan mengembangkan metode alami untuk mengurangi penyebaran virus dengue menggunakan bakteri Wolbachia," kata Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun di Sleman, Kamis.
Menurut dia, dari evaluasi penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa bakteri Wolbachia mampu menurunkan atau menghambat penularan virus dengue.
"Diharapkan penelitian ini dapat terus dilanjutkan dan dapat diaplikasikan di seluruh wilayah Kabupaten Sleman sebagai upaya mengantisipasi dan menurunkan penularan virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes Aegypti," katanya.
Project Leader EDP-Yogyakarta Prof dr Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD mengatakan bahwa Wolbachia merupakan bakteri alami yang terdapat pada lebih dari 60 persen jenis serangga seperti kupu-kupu, lalat buah, capung, kumbang, dan sebagian nyamuk yang menggigit manusia.
"Wolbachia aman bagi manusia, hewan dan lingkungan. Bakteri ini mampu menekan replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk sehingga diharapkan dapat menurunkan kemampuan nyamuk untuk menularkan DBD dari satu orang ke orang lain," katanya.
Ia mengatakan, dalam penelitian yang dilakukan dengan pelepasan nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia di wilayah Nogotirto dan Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman pada Januari-Juni 2014 didapatkan hasil bahwa nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia mampu berkembang biak di lingkungan alaminya namun tidak mampu menyebar dan berkembang biak di luar wilayah pelepasan.
"Bakteri tersebut terbukti mampu menghambat perkembangan virus dengue dan tidak ada bukti penularan lokal ketika frekuensi Wolbachia di populasi nyamuk Aedes Aegypti mencapai tingkat yang tinggi," katanya.
Menurut dia, dari hasil penelitian di kedua wilayah tersebut didapatkan hasil yang cukup signifikan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman kasus DBD 2013 di Desa Trihanggo sebanyak 21 kasus dan Nogotirto sebanyak 19 kasus.
"Setelah dilepaskan nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia pada awal 2014 jumlah kasus DBD menurun hanya terjadi dua kasus di Desa Trihanggo saja. Pada 2015 hingga 2016 tidak ditemukan adanya kasus DBD di kedua wilayah tersebut," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Mafilindati Nuraini mengatakan kasus DBD yang diakibatkan nyamuk Aedes Aegypti saat ini cukup memprihatinkan.
"Kasus DBD banyak terjadi di daerah dengan populasi dan mobilitas penduduk yang tinggi. Seperti halnya di Sleman," katanya.
Pada 2016, lanjutnya, Kecamatan Depok sebagai kecamatan dengan populasi penduduk terbanyak di Sleman menduduki peringkat pertama kasus DBD dengan 123 kasus, kemudian Godean dengan 109 kasus, Gamping 97 kasus, Kalasan 96, dan Mlati 70 kasus.***4***
(V001)
Berita Lainnya
455 penderita meninggal dunia akibat DBD di Indonesia
Selasa, 9 April 2024 17:17 Wib
DBD naik tiga kali lipat, pemerntiah deteksi ketat
Senin, 1 April 2024 6:32 Wib
Jus jambu biji membantu pulihkan penderita DBD
Sabtu, 30 Maret 2024 6:23 Wib
Masyarakat Gunungkidul diimbau menggencarkan pemberantasan sarang nyamuk
Rabu, 27 Maret 2024 22:35 Wib
Dinkes Sleman mengoptimalkan kader jumantik cegah kasus DBD
Selasa, 26 Maret 2024 10:33 Wib
Jus jambu tak dapat naikkan trombosit pasien DBD
Jumat, 22 Maret 2024 15:54 Wib
Dinkes Kulon Progo meminta warga lakukan PSN cegah DBD
Kamis, 21 Maret 2024 15:37 Wib
Ramuan daun pepaya jadi terapi kombinasi pasien DBD, tegas dokter
Senin, 4 Maret 2024 12:11 Wib